TEMPO.CO , Malang: Masjid jami Sulaiman Al Hunaishil di Gang Makam, Dusun Sempu, Desa Gadingkulon, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur, dalam kondisi tak terurus.
Sepi dari kegiatan, bagian dalam masjid dipenuhi debu. Pintu utama terbuka begitu saja. Lantai selasar dipenuhi bekas tapak sepatu bertanah liat yang sudah mengering. Halaman sekeliling masjid dipenuhi rumput dan semak. Padahal, sejak disegel Pemerintah Kabupaten Malang pada 7 Agustus 2014, pengelolaan masjid diserahkan ke masyarakat melalui pemerintah desa setempat.
Sejumlah warga desa yang ditanya Tempo pada hari ini, Kamis, 19 Maret 2015, mengatakan masjid yang diapit kebun jati, sengon, dan kompleks pemakaman itu memang sepi tapi bukan sengaja ditelantarkan. Warga lebih memilih beribadah di masjid At-Taqwa, masjid Dusun Sempu yang berjarak sekitar 250 meter dari masjid jami Al Hunaishil.
"Kondisi masjid kami kan lebih luas dan bersih. Anak-anak pun sudah ada tempat ngajinya sendiri. Lha kalau urusan pengelolaan masjid yang di sana kan itu jadi kewenangan pemerintah desa," kata Wasirin, 55 tahun, warga setempat.
Pernyataan Wasirin diamini tiga warga yang sedang memperbaiki rumah. Warga lain yang tak jauh dari mereka malah mengaku lebih senang beribadah di Masjid At-Taqwa dengan alasan masjid ini merupakan masjid NU alias masjid Nahdlatul Ulama. "Kalau masjid yang di sana itu jarene (katanya) masjid wong ISIS," kata seorang bapak yang sedang mencangkul dekat masjid.
Penelantaran masjid juga dibantah Kepala Desa Gadingkulon Wahyu Eddi Prihanto. Ditemui di kantornya, Eddi mengatakan pengelolaan masjid memang sudah diserahkan ke pemerintah desa yang dipimpinnya, tapi tiada disertai batas waktu pengelolaan. Perawatan masjid menunggu sampai ada jamaahnya. "Bukan ditelantarkan, tapi memang tidak ada jamaahnya sehingga tidak ada yang menggunakan dan mengurusnya," kata Eddi.
Eddi mengaku, gara-gara dianggap menelantarkan pernah diprotes lewat pesan pendek oleh Muhammad Romly, juru bicara Ansharul Khilafah, kelompok yang mendeklarasikan diri di Masjid Jami Sulaiman Al Hunaishil dan mengadakan pengajian Ramadan pada 20 Juli 2014. Kelompok ini pun diduga melakukan pembaiatan alias pengucapan sumpah setia kepada imam atau pemimpin Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi.
Padahal, menurut Eddi, harusnya yang memprotes adalah pengurus Lembaga Peduli Pendidikan Islam (LP2I) Al Fawaz karena pembangunan masjid dibiayai oleh lembaga keagamaan yang berkantor di Pare, Kediri, itu. LP2I Al Fawaz pula yang kemudian menghibahkan masjid ke pemerintah daerah setempat setelah masjid yang dibangun mulai sekitar Oktober 2013 itu dipersoalkan warga dan pemerintah karena tidak berizin dan dianggap disalahgunakan oleh kelompok Romly.
"Tidak warga kami yang ikut jadi jamaah kelompok itu. Kami pun tidak bisa memaksa warga harus mau urus masjid itu. Tapi kami tetap memantau dan mengawasinya," ujar Eddi.
Kepala Kepolisian Sektor Kota Dau Komisaris Soepary menyatakan Masjid Jami Sulaiman Al Hunaishil tidak ditelantarkan. Ia menegaskan kondisi kumuh dan kotornya masjid karena sesungguhnya pembangunan masjid tersebut belum selesai.
"Listrik dan air tak ada. Jamaahnya pun sudah tak ada. Kami kan tidak bisa paksa warga desa untuk jadi jamaah, lalu mengurusnya. Tapi sejauh ini kondisi kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) di sana sangat kondusif dan pengawasan tetap berjalan," kata Soepary, lewat telepon.
ABDI PURMONO