TEMPO.CO, Jakarta - Di panggung Teater Kecil, Gedung Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, rapper tunarungu asal Finlandia, Marco Vourihemo atau yang populer dengan nama Signmark, tampil memukau. Kamis malam, 19 Maret 2015, Signmark nge-rap bersama dua penyanyi dalam acara ASEAN Literary Festival. Dua penyanyi itu melantunkan tembang dan Signmark nge-rap dengan bahasa isyarat, menerjemahkan melodi lagu dengan bahasa isyarat.
Keterbatasan pendengaran tak menyurutkan langkah Signmark untuk berkarier di dunia musik. Lelaki 36 tahun bernama asli Marko Vuoriheimo itu seolah ingin membuktikan bahwa musik sesungguhnya milik semua orang dan bisa dinikmati siapa saja. Termasuk orang tua, kakak, dan pamannya yang juga tunarungu. Dengan menggunakan bahasa isyarat, ia mencoba menerjemahkan melodi lagu. Dari lagu-lagu milik Madonna, Bon Jovi, dan Metallica—kegemarannya—hingga lagu-lagu religi.
Semua dia pelajari sendiri dari kaset. Hasilnya, pria asal Finlandia ini bisa mengajak keluarganya menyanyi bersama. “Saya jatuh cinta pada musik sejak kecil,” kata Signmark di sela-sela kegiatannya mengikuti ASEAN Literary Festival 2015, Rabu lalu.
Kecintaan Signmark pada musik berawal dari kegemarannya menyaksikan kakek dan neneknya berduet bersama. Sang nenek menyanyi sambil bermain piano. Sedangkan sang kakek bermain harmonika. Signmark kecil kemudian mencoba memahami lagu yang tengah mereka bawakan dengan membaca gerak bibir sang nenek.
Menginjak dewasa, kecintaan Signmark pada musik makin besar. Terutama setelah dia menonton sebuah video musik di MTV. Signmark bertekad membuat video musiknya sendiri. Sebuah kontes musik di Eropa, “Eurovision Song Contest”, membuka jalannya. Dengan dukungan masyarakat Finlandia, dia berhasil menjadi juara kedua kontes tersebut. Musikus yang sempat merilis buku berjudul Signmark ini akhirnya bisa tampil di televisi seperti mimpinya selama ini.
Ia juga berhasil mewujudkan mimpinya yang lain: berkeliling dunia, serta bertemu dan bekerja sama dengan banyak musikus. Signmark yang ketika pentas menggunakan bahasa isyarat internasional dan bahasa Inggris itu hingga kini telah tampil di puluhan negara. Aksi panggungnya didokumentasikan oleh banyak televisi.
Signmark mengaku menciptakan musik bekerja sama dengan produser musik yang memiliki kesamaan ide dan paham akan kondisinya. Mulanya, dia membuat dulu lirik lagunya, lalu mendiskusikan tempo dan beat musiknya dengan sang produser. Getaran dan gerakan tangannya menjadi alat bantu untuk musiknya. Dia juga melihat ekspresi dan membaca bibir seseorang ketika mendengar musik atau menyanyikan lagu.
Pemegang gelar master di bidang pendidikan ini mengaku proyek musiknya sangat menantang. Tantangan lain, kata dia, adalah menemukan produser musik yang mau dan mampu bekerja sama dengannya. “Bukan soal uang, tapi yang mau bekerja dengan hati dan sikap. Saya tahu ketika saya bertemu di setiap negara,” ujarnya kepada Tempo.
Signmark diganjar penghargaan The Outstanding Young Person of the World pada 2009. Tak cuma Warner Music, label besar lain pun tertarik merekam karya Signmark. Tahun lalu, dia mengeluarkan album baru berjudul Silent Shout yang bisa diunduh di iTunes. Signmark memilih musik rap atau hip-hop karena menurut dia jenis musik inilah yang mampu melampaui semua batas. Seni, budaya, politik, dan masyarakat. “Hip-hop mampu menempatkan persamaan, keadilan, dan hak asasi semua komunitas,” kata musikus yang piawai menabuh drum ini.
DIAN YULIASTUTI