TEMPO.CO, Jakarta - Militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) mengklaim melakukan bom bunuh diri yang menewaskan tujuh orang di sebuah pos pemeriksaan militer di kota Benghazi , Libya, pada Selasa, 24 Maret 2015.
Tindakan ini telah memicu serangan udara balasan oleh pasukan militer. Pengakuan ini diposting lewat Twiter kelompok militan tersebut.
Diberitakan sebuah mobil sarat yang sarat dengan bahan peledak melaju ke sebuah pos pemeriksaan militer di distrik Lithi Benghazi. Ledakan itu menyebabkan 7 orang tewas.
Seorang pejabat militer mengatakan mereka yang tewas terdiri dari lima dari penjaga yang tewas adalah tentara. "Dua lainnya adalah warga sipil," kata pejabat militer itu kepada Reuters.
Sementara berdasarkan penjelasan seorang tenaga medis, dalam insiden terpisah, di kota terbesar kedua di Libya itu, pasukan tentara yang memerangi kelompok militan.
Mereka melepaskan sebuah roket yang menghantam sebuah rumah. Insiden ini menewaskan seorang gadis berusia 17 tahun dan tiga orang lainnya luka-luka.
"Kemudian di malam hari, pesawat tempur lepas landas dari bandara Benghazi dan menyerang wilayah yang diduga posisi dari kelompok militan ISIS," kata Naser al-Hasi, juru bicara pangkalan militer menegaskan penjelasan tenaga medis sebelumnya.
Benghazi mengalami bentrokan berat hampir setiap hari antara ISIS dan pasukan pemerintah. Pelabuhan telah ditutup selama lebih dari empat bulan sehingga mengganggu aktivitas impor gandum dan makanan.
Kekerasan terbaru diduga terjadi setelah kelompok militan Islam Ansar al-Sharia mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa komandan senior, Mohamed al-Areibi, tewas di Benghazi pada Senin, 23 Maret 2015.
Kekerasan di Benghazi menggambarkan kekacauan secara umum yang terjadi di Libya di mana kedua pemerintahan dan parlemen yang bersaing bersekutu dengan faksi-faksi bersenjata bersaing memperebutkan kekuasaan setelah tersingkirnya Muammar Gaddafi.
Militan ISIS dalam beberapa pekan terakhir mengklaim beberapa serangan besar seperti penyerbuan hotel mewah Corinthia di Tripoli, yang menewaskan lima orang asing dan pemenggalan 21 Koptik Mesir di pantai.
Pemerintah resmi Libya di bawah pimpinan Mustafa Abdul Jalil telah berbasis di timur sejak ISIS merebut ibukota Tripoli pada bulan Agustus.
Sedangkan di Benghazi pemerintah Perdana Menteri Abdullah al-Thinni telah bersekutu dengan Khalifa Haftar yang sejak Mei mulai bertemour sendiri melawan ISIS. Aliansi tersebut memulai serangan baru pada bulan Oktober untuk mengontrol kota dan melanjutkan pertempuran.
Kedua pemerintah yang sebelumnya mengandalkan pemberontak untuk membantu menggulingkan Gaddafi sekarang terjebak dalam perebutan kekuasaan.
REUTERS | MECHOS DE LAROCHA