TEMPO.CO, Padang - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dari Partai Golkar, Mahyudin, mendukung kepengurusan hasil Musyawarah Nasional Ancol Jakarta pimpinan Agung Laksono. Mahyudin juga bersedia masuk dalam kepengurusan Golkar yang telah disahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly itu.
"Katanya begitu. Saya dimasukkan sebagai Wakil Ketua Dewan Pertimbangan. Rumornya begitu," ujar Mahyudin di Kota Padang, Sumatera Barat, Kamis, 26 Maret 2015.
Namun Mahyudin mengaku belum pernah melihat surat keputusan kepengurusan tersebut. Menurut Mahyudin mengatakan pada prinsipnya, itu tugas untuk membesarkan Golkar. “Saya siap-siap saja. Enggak ada masalah," ujar Mahyudin.
Apalagi, menurut Mahyudin, kebetulan dia juga belum masuk dalam kepengurusan hasil Musyawarah Nasional Bali pimpinan Aburizal Bakrie.
Mahyudin mengaku menghormati dan mendukung putusan Menteri Hukum dan HAM yang mengesahkan kepengurusan Golkar hasil Musyawarah Nasional Ancol Jakarta. Sebab, kepengurusan yang diketui Agung Laksono itu yang memiliki legalitas hukum.
"Secara hukum, yang mendapatkan legitimasi hukum itu Agung Laksono. Karena sudah disahkan pemerintah. Pengesahan itu harus kita hormati," ujar Mahyudin.
Dualisme Golkar bermula dari kembali majunya Aburizal Bakrie sebagai ketua umum partai. Dalam munas yang berlangsung di Bali pada Desember lalu, Aburizal terpilih kembali sebagai ketua umum. Hasil ini diprotes sebagian kader yang kemudian membuat munas tandingan di Ancol. Agung Laksono terpilih sebagai ketua umum dalam munas tersebut.
Penyelesaian kisruh ini telah dibawa ke Kementerian Hukum dan HAM, pengadilan negeri, hingga mahkamah partai. Mahkamah membacakan putusan sidang atas konflik dualisme kepengurusan partai pekan lalu di DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat.
Dua hakim mahkamah, Andi Mattalata dan Djasri Marin, dengan tegas memenangkan kubu Agung Laksono. Sedangkan Muladi dan Natabaya memilih tak bersikap. Kedua kubu pun segera melapor ke Kementerian Hukum dan HAM untuk mengesahkan kepengurusan.
ANDRI EL FARUQI