TEMPO.CO, Malang - Juru bicara Ansharul Khilafah, Muhammad Romly, menunjukkan keprihatinan atas penangkapan oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror Markas Besar Kepolisian RI terhadap tiga terduga anggota kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di wilayah Kota Malang, Jawa Timur.
“Saya prihatin karena belum tentu mereka yang ditangkap itu benar-benar seperti yang disangkakan dan teknik-teknik penangkapannya kurang baik,” kata Romly, Kamis sore, 26 Maret 2015. Romly ditemui di rumahnya di Desa Jetis, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang.
Rabu kemarin, tim Densus 88 mencokok Abdul Hakim Munabari, Helmi M. Alamuddin, dan Ahmad Junaidi. Ketiga pria ini ditangkap secara terpisah.
Berdasarkan pemberitaan media massa yang ia ketahui, teknik menyergap Helmi oleh Densus 88 di depan Taman Mega Mendung, Kelurahan Karangbesuki, Kecamatan Sukun, berlangsung bagai film action yang dramatis.
Helmi yang sedang bersepeda motor dihadang enam pria tegap berpakaian sipil. Leher pria 49 tahun itu dicekal dari belakang. Petugas yang lain memegang erat kaki dan tangan Helmi. Satu petugas memegangi sepeda motornya.
Setelah itu Helmi ditarik dan dijatuhkan dalam posisi tengkurap di aspal. Seorang petugas menekan leher Helmi dengan lutut. Petugas kemudian menarik kedua tangan Helmi ke belakang dan diborgol. Helmi dimasukkan ke dalam sebuah mobil.
“Saya kira itu berlebihan karena menggunakan kekerasan. Harusnya kan bisa diajak ngomong baik-baik, jelaskan saja apa alasannya menangkap. Jangan sedikit-dikit main kekerasan karena masyarakat bisa trauma dengan hal-hal semacam itu. Lama-lama orang-orang itu juga yang ngajarin kekerasan,” kata Romly.
ABDI PURMONO