TEMPO.CO, London - Sejumlah peneliti genetika dari University College London berkesimpulan burung jantan yang kawin dengan banyak burung betina ternyata belum tentu memiliki gen terbaik untuk anak-anak mereka. Peneliti menemukan perkawinan bebas yang dilakukan burung jantan menyebabkan adanya genetika negatif dalam genom spesies.
"Walau minor, kelemahan genetik ini dapat membatasi seberapa baik generasi burung ke depan dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan," kata anggota tim peneliti Judith Mank dari University College London Genetics, Evolution, and Environment, dalam penelitian yang dipublikasikan Proceedings of the National Academy of Sciences pada 23 Maret 2015
Tim Mank telah meneliti kelompok burung berusia 90 juta tahun atau belum punah sampai saat ini, yang disebut Galloanserae. Termasuk dalam kelompok ini adalah bebek mallard, angsa, kalkun hutan, ayam hutan, merak India, dan burung lainnya.
Menurut Mank, seluruh burung berbagi genom yang sama tetapi cara gen diturunkan antara jantan dan betina bervariasi di seluruh kelompok, seperti halnya seleksi seksual mereka. Tim ini menganalisis materi genetik dari limpa dan organ reproduksi burung jantan dan betina. Peneliti juga mengambil informasi yang mendukung tes genetika tersebut.
Penelitian ini menunjukkan untuk pertama kalinya kekuatan seleksi seksual membentuk pola yang luas evolusi genom. Seleksi seksual kerap dipahami sebagai upaya lebih baik dalam "mengamankan" pasangan mereka dari direbut pejantan lain.
Judith Mank mengatakan burung yang sembarangan kawin harus berjuang untuk mendapat pasangan lebih cepat dibanding burung yang monogami dan pasangan seumur hidup. "Jadi burung jantan mungkin menarik bagi betina dan berjuang keras untuk kawin dengan dia, tapi dia tidak menurunkan genetik yang positif. Akibatnya, keturunannya akan kurang sehat," kata dia.
Temuan lainnya, kata Mank, ada hubungan yang erat antara perputaran gen bias laki-laki dan bagaimana burung menggunakan ornamen fisik untuk menarik pasangan. Kini setidaknya ada bukti secara statistik bahwa betapa kuatnya seleksi seksual dapat menyebabkan perubahan besar dalam evolusi genetika burung.
SCIENCE DAILY | AHMAD NURHASIM