TEMPO.CO, Malang - Pemerintah Kota (Pemkot) Malang mengawasi pergerakan masyarakat untuk menangkal gerakan radikal, termasuk kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Petugas akan memeriksa kartu tanda penduduk (KTP) setiap pendatang.
Petugas akan mendata ke rumah kos dan kontrakan. "Sebagian besar terduga pengikut ISIS merupakan pendatang," kata Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Malang Wahyu Setianto, Sabtu, 28 Maret 2015.
Malang merupakan daerah urban. Setiap tahun puluhan ribu mahasiswa masuk ke Malang. Selain itu, banyak pendatang yang mengadu nasib bekerja di Malang. Ini membuat pengaruh gerakan radikal berpotensi terjadi di Malang. Wahyu mengakui polisi telah lama melakukan operasi intelijen, tapi dilakukan secara tertutup.
Pemkot Malang tak memiliki data dan peta sebaran pengikut ISIS. Apalagi hasil operasi intelijen juga bersifat rahasia. Untuk menangkal ISIS, Pemkot melibatkan ketua RT, RW, serta lurah dan camat setempat.
Sebelumnya tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror menangkap tiga terduga pengikut ISIS, yakni Helmi Alamudin warga Karangbesuki, Abdul Halim asal Kasin dan Achmad Junaedi warga Bumiayu Malang.
Baca Juga:
Ketiganya direkrut Salim Mubarok Attamimi alias Abu Jandal ke Suriah selama enam bulan lebih. Mereka saling mengenal dan pernah mengikuti pelatihan militer di Suriah. Mereka dilatih merakit bom, bongkar pasang senjata api, dan latihan militer.
Komandan Satkorwil Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Gerakan Pemuda Ansor, Koordinator Wilayah Jawa Timur, Umar Usman, mengatakan sempat mengawasi kelompok Salim Mubarok Attamimi alias Abu Jandal di Malang.
Kelompok radikal seperti Salim tumbuh subur di Malang karena mudah menyentuh kalangan mahasiswa, terutama mahasiswa idealis yang berharap hadirnya khilafah. Mereka terbawa arus dan mengikuti kelompok radikal tertentu.
EKO WIDIANTO (MALANG)