TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan keprihatinannya atas terjadinya praktek perbudakan yang dilakukan PT Pusaka Benjina Resources (PBR). "Kami prihatin dan kecewa perusahaan Indonesia bisa memfasilitasi dan membiarkan ini terjadi di wilayah Indonesia," ujar Susi saat ditemui di rumahnya, Sabtu, 28 Maret 2015.
Seperti disebutkan dalam laporan investigasi Associated Press (AP) bertajuk "Are slaves catching the fish you buy?" pada 25 Maret 2015, PBR melakukan praktek perbudakan terhadap anak buah kapal (ABK) yang kebanyakan berasal dari Myanmar.
ABK perusahaan itu dipaksa bekerja hingga 22 jam per hari tanpa hari libur. Selain itu, mereka dikurung di dalam penjara dan mengkonsumsi air kotor untuk minum. Ikan tangkapan perusahaan tersebut diekspor ke Amerika Serikat dan disalurkan ke toko retail.
Perbudakan ini, kata Susi, merupakan kejahatan yang bermula dari illegal fishing. "Dari awal kami menyatakan no more ilegal fishing karena ini menjadi kendaraan dari kejahatan lain, seperti penyelundupan barang, termasuk narkoba, human trafficking, dan perbudakan," ujar Susi.
Susi mengatakan pihaknya akan melakukan investigasi serta menindak tegas para pelaku yang terlibat dalam kejahatan ini. Susi pun tak segan-segan membekukan izin perusahaan yang terindikasi terlibat illegal fishing maupun perbudakan dalam usaha perikanan. "Kami akan bekukan izinnya," ujar Susi
Wakil Ketua Tim Satuan Tugas Anti Illegal Fishing Yunus Husen mengatakan pihaknya akan melakukan analisis dan investigasi terhadap PT BPR serta anak perusahaannya, yaitu PT Pusaka Benjina Nusantara dan PT Pusaka Benjina Armada.
"Rabu kami berencana ke Benjina untuk melakukan penelusuran," ujar Yunus. Investigasi tersebut dilakukan karena ditengarai ikan-ikan yang berasal dari PT PBR merupakan hasil penangkapan ikan ilegal.
Sebelumnya, pada 21 Maret 2015, Kementerian Kelautan melakukan pemeriksaan terhadap muatan ikan yang diangkut kapal kargo KM Pulau Nunukan. Kapal ini mengangkut 24 peti kemas berisi 660 ton ikan yang berasal dari PT PBR.
Susi menambahkan, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan instansi terkait untuk melakukan investigasi terhadap PT BPR, yang merupakan perusahaan penanaman modal asing (PMA) dari Thailand.
"Saya harap polisi dan pemda setempat bisa mengawal penindakan kasus ini di Benjina. Saya juga mengapresiasi upaya Kementerian Luar Negeri, khususnya Duta Besar RI di Bangkok yang mengawal kasus ini di Thailand," ujar Susi.
DEVY ERNIS