TEMPO.CO, Berau - Degradasi hutan produksi yang lebih parah bisa dicegah dengan cara mengubah metode penebangan hutan. Spesialis Kehutanan dan Perubahan Iklim The Nature Conservancy (TNC), Delon Marthinus, mengatakan penebangan hutan dengan metode yang ramah lingkungan akan mengurangi lebih banyak emisi karbon dioksida dari aktifitas pemanenan hutan dibanding cara konvensional.
Dia mencontohkan keberhasilan metode Reduced Impact Logging-Carbon (RIL-C) alias praktik tebang ramah lingkungan rendah emisi karbon yang diujicobakan TNC di konsesi hutan alam PT Karya Lestari Berau seluas 100 hektare pada 2014. “Dengan metode ini, dapat mengurangi hampir 70 persen emisi karbon dibanding dengan metode penebangan konvensional,” kata Delon dalam acara pra-tinjauan lapangan praktik RIL-C di Tanjung Redep, Berau, Kalimantan Timur, Ahad 29 Maret 2015.
Dari uji coba tersebut diketahui, dalam penebangan konvensional, setiap hektarenya menghasilkan emisi sekitar 110 ton karbon dioksida. Saat diujicoba metode RIL-C, kata dia, hanya menghasilkan emisi 33 ton karbon dioksida per hektare. Selisihnya 69 persen.
Penurunan emisi, menurut Delon, diperoleh lewat empat langkah RIL-C yakni tidak menebang pohon gerowong, meminimalkan limbah kayu setelah ditebang, tidak menumbangkan atau merusak pohon berdiamater di atas 20 centimeter, dan memperkecil jalan utama angkut kayu yang tadinya lebarnya sekitar 35 meter menjadi sekitar 22 meter. “Penebangan ramah lingkungan rendah emisi karbon ini hanya mungkin jika dilakukan dengan perencanaan penebangan yang baik,” ujar dia.
Penebangan kayu di hutan konsesi selama ini (konvensional) mayoritas memakai buldozer baik saat mencari lokasi kayu yang ditebang maupun menarik kayu dari hutan ke jalan utama. Metode ini, menurut kajian TNC, merusak vegetasi hutan dan tanah yang dilalui oleh buldozer. Sebagai pengganti, TNC menguji coba sistem pancang tarik (monocable winch), menarik kayu dari hutan dengan tali kawat yang ditarik mesin pancang. “Cara ini tidak merusak pohon yang belum ditebang,” kata Delon.
Kepala Kesatuan Pengelola Hutan Produksi Model Berau Barat Kabupaten Berau, Hamzah, mengatakan metode ini layak dipraktikan lebih luas di hutan Indonesia. Masalah paling mendasarkan dari penerapan metode ini, kata dia, adalah komitmen pemilik konsesi hutan. “Kalau pemilik tidak mau ya sulit,” ujarnya.
Dari hasil penelitian TNC, diperkirakan penebangan legal yang dilakukan tanpa upaya tertentu alias penebangan yang sudah berjalan selama ini di Kalimantan Timur menyumbang emisi sekitar 2,8 juta ton karbon dioksida per tahun. Jumlah ini setara dengan 28 persen dari total emisi karbon berbasis lahan di Kabupaten Berau dalam rentang waktu 2000-2010.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia telah berkomitmen menurunkan emisi karbon sampai 26 persen pada 2020 dengan dana dari dalam negeri. Target ini dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Bila ada bantuan dana dari luar negeri angka penurunan emisi karbon direncanakan mencapai 41 persen.
AHMAD NURHASIM