TEMPO.CO , Jakarta: Raut wajah Sukardi, 60 tahun, dan Hodijah, 55 tahun, masih memperlihatkan kesedihan. Warga Kampung Cimerak Desa Tegalpanjang Kecamatan Cireungas Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, itu masih ingat betul ketika anaknya, Maya, yang masih berusia 13 tahun, tertimbun tanah longsor, Sabtu 28 Maret 2015 sekitar pukul 23.00 WIB.
Sukardi, yang juga merupakan Ketua Rukun Tetangga (RT) setempat, tak pernah bermimpi keluarganya menjadi korban tanah longsor yang menimbun sebanyak 12 warga. Kala itu, hujan turun deras di wilayahnya. Bersamaan dengan itu, aliran listrik pun ikut padam.
Sebagai Ketua RT, saat lampu padam, Sukardi berupaya mengecek keamanan kampungnya. Dia sempat keluar rumah untuk mengecek situasi. Tak lama, lampu kembali menyala. Sukardi pun kembali ke rumah. Niatnya, dia ingin menonton televisi. Bruk! Suara itu terdengar jelas di telinga Sukardi. Dia terperanjat karena suaranya begitu keras. Dalam hitungan detik, tembok dinding rumahnya ambrol. Sukardi beristigfar. "Astagfirallahaladzim," ucapnya.
Sukardi berusaha menyelamatkan diri. Tapi dia teringat anak dan istrinya. Dia berupaya membantu istrinya menyelamatkan diri. "Istri saya saat itu berteriak, anak kami ada di dalam kamar," ucapnya.
Sukardi sempat tertimpa dinding tembok hingga tiga kali. Dalam keadaan gelap gulita, Sukardi merangkak mencari celah untuk keluar. "Sedangkan istri saya sudah berada di atap rumah yang ambruk. Sedangkan anak saya tertimbun di bagian kamar," tuturnya.
Dia pasrah dengan kondisi saat itu, melihat anaknya yang tertimbun dalam kamar. Dengan gontai, Sukardi bersama istrinya berlari menuju ke rumah anaknya yang lain. "Rumah anak saya ada di bawah. Saya berlari ke sana sama istri. Saya sudah pasrah waktu itu seandainya harus meninggal tertimbun longsor. Tapi Allah masih melindungi saya dan istri. Kalau anak saya sudah takdirnya harus meninggal dengan cara tertimbun longsor," Sukardi berujar.
Hodijah dengan mata berkaca-kaca menambahkan saat itu dia teringat anaknya yang tertidur lelap di dalam kamar. Dia tak sempat menyelamatkan anaknya karena bencana tanah longsor berlangsung demikian cepat. "Saya juga tak ingat betul bagaimana bisa keluar dari dalam rumah. Tiba-tiba ada di atas atap rumah yang sudah ambruk," kata Hodijah.
Kini pasangan suami-istri itu bersama ratusan jiwa lainnya ditampung di posko pengungsian di SDN Tegalpanjang. Dia belum mengetahui persis bagaimana nasibnya nanti. Ia tetap tinggal di bekas lokasi longsor atau nanti akan pindah ke tempat lain. "Saya pasrah saja," ujarnya dengan tatapan mata kosong.
DEDEN ABDUL AZIZ