TEMPO.CO, Majalengka - Pelayan warung Tegal (warteg) berpredikat cantik di Jalan Prapatan Raya, Majalengka, Sasa Darfika, sempat kuliah di akademi kebidanan Tegal selama dua tahun. Sasa memutuskan keluar setelah ketakutan menghadapi mayat ketika praktek kuliah di rumah sakit.
Sasa, lulusan SMAN 5 Tegal, Jawa Tengah, pada 2012, memilih sekolah kebidanan atas saran kawannya yang anak bidan. Pilihan tersebut diambil Sasa setelah gagal lolos seleksi masuk perguruan tinggi negeri di kampus pendidikan guru di Solo dan Semarang. "Tadinya mau jadi guru bahasa Inggris atau geografi," kata Sasa, 1 Februari 2015.
Saat sekolah kebidanan dan praktek di sejumlah rumah sakit luar kota, Sasa sering ketakutan saat bagian piket malam. Apalagi ketika harus ikut mengurus pasien yang meninggal. "Waktu membawa mayat ke ambulans, takutnya bangun lagi seperti di film horor," ujar Sasa.
Tiap kali ketakutan, Sasa tak berani pulang ke tempat kos, melainkan ke rumah keluarganya. Selain itu, ia merasa tak betah bekerja sebagai bidan di rumah sakit. Akhirnya pada semester baru di awal 2014, Sasa memutuskan berhenti kuliah dan menjadi pelayan di warteg orang tuanya.
Sampai saat ini, Sasa belum memutuskan untuk kuliah lagi. Sasa lebih tertarik menjadi penjual barang di Internet.
Popularitas Sasa sebagai gadis pelayan cantik, mendongkrak penghasilan warteg orang tuanya di sisi Jalan Prapatan Raya, Majalengka, Jawa Barat. "Sebulan ini omzet naik sekitar 30 persen," kata orang tua Sasa, Darpi.
Bisnis warteg memang amat menggiurkan. Kalau tak percaya, lihat deretan rumah yang cukup megah, bahkan mewah, di Desa Sidokaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal. Banyak dari rumah itu yang dimiliki oleh pengusaha warteg.
Wartawan Tempo menyambangi kampung itu beberapa waktu lalu. Rumah-rumah tersebut tampak kosong karena ditinggal pemiliknya bekerja di Jakarta sebagai pengusaha warteg. Penduduk di sekitarnya pun agak enggan rumah-rumah itu dipotret. “Kalau tahu pedagang warteg sukses di kampung, pemilik bangunan di Jakarta akan semakin menaikkan harga sewanya,” kata lelaki yang tidak mau menyebutkan namanya.
Penduduk Sidokaton yang lain, Faizin, mengatakan harga sewa bangunan untuk warteg di Jakarta saat ini mencapai Rp 25 juta-Rp 30 juta per tahun. Menurut dia, warteg mengalami masa kejayaan pada tahun 80-an sampai 90-an. Sebab, harga sewa warung dan upah karyawan saat itu masih murah.
ANWAR SISWADI | DINDA LEO LISTY