TEMPO.CO, Jombang - Pelaksana tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi mengatakan KPK tengah mencari cara untuk menghadapi gugatan pra peradilan dari sejumlah tersangka korupsi yang ditangani KPK. Pasalnya, upaya Peninjauan Kembali dan permintaan ke Mahkamah Agung agar mengeluarkan Surat Edaran MA untuk menghambat gelombang gugatan pra peradilan pupus.
"Salah satunya dengan menempatkan sepuluh jaksa penuntut umum KPK untuk memperkuat Biro Hukum menghadapi pra peradilan," kata Johan dalam halaqah anti korupsi bersama kiai se-Jawa Timur dan aktivis anti korupsi di pondok pesantren Tebuireng, Jombang, Ahad, 29 Maret 2015.
Halaqah anti korupsi ini diselenggarakan atas kerja sama Malang Corruption Watch (MCW), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Jaringan Gus Durian, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Surabaya, dan Robithoh Ma'had Islamiyah (RMI) Jawa Timur.
Menurut Johan, harapan KPK pada MA sebagai lembaga penegak hukum tertinggi di negeri ini pupus begitu saja. MA tidak setuju dengan PK dan juga tidak mau lagi mengeluarkan SEMA. Johan mengatakan hal itu di luar harapan KPK.
Pada 16 Februari lalu, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Sarpin Rizaldi mengabulkan gugatan Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Budi menggugat keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi yang menetapkan dirinya sebagai tersangka.
Akibatnya, banyak tersangka yang terilhami oleh putusan hakim Sarpin dan mengikuti jejak Budi Gunawan untuk mengajukan gugatan praperadilan serupa. Salah satunya, mantan Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) yang mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pengasuh pondok pesantren Tebuireng KH Salahudin Wahid mengatakan para kiai ingin mendengar secara langsung dari KPK mengenai hiruk pikuk di bidang politik dan hukum yang berdampak pada pelemahan KPK. "Kami ingin tahu langsung sebab ketika Polri dan kejaksaan tidak baik maka KPK yang diharapkan dalam pemberantasan korupsi," kata Salahudin.
ISHOMUDDIN