TEMPO.CO, Pangandaran - PT Pusaka Bejina Resource (PBR) yang dituding melakukan perbudakan terhadap para buah kapal (ABK), juga melakukan banyak pelanggaran. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan perusahaan yang berada di Kepulauan Aru, Maluku, memiliki banyak kapal eks-asing tanpa dokumen resmi.
Menurut Susi, surat izin penangkapan ikan (SIPI) dan surat izin kapal penangkap ikan (SIKPI) yang dipegang PT PBR sudah kedaluwarsa. Cara menangkap mereka juga melanggar Undang-Undang Perikanan. “Kapalnya juga memakai alat tangkap trawl yang dilarang,” ujar Susi saat ditemui di rumahnya, Sabtu, 29 Maret 2015.
Baca Juga:
Menurut Susi, perusahaan tersebut sengaja membangun kantornya di daerah terpencil dan sulit dijangkau sehingga sulit dilakukan pengawasan. Kapal-kapal perusahaan ini juga kerap menggunakan pelabuhan tikus, sehingga tidak melewati pelabuhan resmi yang dibangun pemerintah.
Selain itu, Susi juga mencurigai 19 kapal eks-asing milik PT PBR yang izinnya keluar setelah moratorium diberlakukan pada 3 November 2014. “Ini jelas melanggar aturan,” ujar dia.
Susi mengatakan tidak akan segan-segan membekukan izin operasi kapal PT PBR karena telah melanggar banyak aturan. “Akan kami bekukan izinnya,” ujar Susi.
Kantor berita Associated Press mengungkap praktek perbudakan anak ABK oleh PT Pusaka Benjina Resources di Pulau Benjina, perairan Aru, Maluku. Dalam laporannya berjudul Was Your Seafood Caught by Slaves? pada 25 Maret 2015, AP memaparkan bagaimana perlakuan tidak manusiawi diterima ABK Benjina yang mayoritas berasal dari Myanmar itu.
Susi mengatakan akan menginvestigasi dan menindak tegas pelaku praktek perbudakan anak buah kapal. Susi tidak akan segan membekukan izin perusahaan yang terlibat kejahatan, baik pencurian ikan dan perbudakan usaha perikanan.
DEVY ERNIS