TEMPO.CO, Bogor - Pada pandangan pertama, ruangan itu tampak seperti sebuah gudang yang membosankan. Di situ ada belasan orang yang mengelilingi sirkuit mini berbentuk kurva sambil mengemudikan radio control. Namun, ketika mobil-mobil kecil itu mulai memutar, berbalik, dan "melayang" (drift), ruangan pun jadi hidup. Deru bisingnya seperti suara mesin F1--dalam skala kecil, tentunya.
Berbagai jenis model, warna, dan mobil beraksi di trek berukuran 5 x 13 meter yang terbuat dari karpet musala itu. Mereka adalah Komunitas Brown, singkatan dari Bogor RC (Radio Control) Owners--yang sedang saling menantang di lantai 3 Bogor Trade World. "Ini bukan tentang mendahului mobil-mobil lain dan menjadi yang tercepat, tapi lebih ke gaya," kata Ketua Komunitas Brown, Yogie Ramadhan, Rabu lalu, 25 Maret 2015.
Seiring banyaknya orang yang menyukai mobil RC drifting, komunitas-komunitas permainan ini mulai terbentuk. Di Bekasi ada Komunitas Bekasi Junior RC Drifters (BJRD), di Tangerang ada Club Rc Drift Tangerang Selatan (CRDTS), dan di Jakarta ada Jakarta RC Drifters. Brown sendiri terbentuk dua tahun silam, dan saat ini memiliki 54 anggota resmi.
Bagi Anda yang belum tahu apa itu RC drifting, pada dasarnya ini adalah mengemudi mobil lewat radio control di trek balap kecil dan rumit. Jika Anda akrab dengan film The Fast and the Furious: Tokyo Drift, Anda pasti tahu apa itu drifting. Ya, di setiap belokannya, mobil akan melahirkan suara pekikan ban. Bedanya, ban pada mobil RC drift tidak mengeluarkan asap.
Menurut Yogie, drifting tidak memiliki start atau finish, melainkan hanya terus pergi berkeliling dan bergaya. Ketika mobil berada di trek dan pengendali berada di tangan, semua pembalap memiliki satu kesamaan. "Tekad mereka adalah ngepot dengan gaya," kata pemuda 18 tahun itu.