TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat menggantung status kepengurusan Fraksi Partai Golkar setelah adanya putusan sela pengadilan tata usaha negara tentang surat keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Wakil Ketua DPR dari Partai Gerindra, Fadli Zon, mengatakan pimpinan tak akan mengesahkan kedua kubu fraksi hingga keluar keputusan yang berkekuatan hukum tetap.
"Pimpinan tak bisa membacakan dua surat perombakan fraksi karena akan bermasalah. Jadi kami anggap status quo sampai inkracht," kata Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu, 1 April 2015.
Dalam status quo, Fadli mengatakan, kepengurusan Golkar yang berlaku adalah hasil Musyawarah Nasional Riau dengan Ketua Umum Aburizal Bakrie dan Sekretaris Jenderal Idrus Marham. Sedangkan Ketua Fraksi Golkar masih dipimpin Ade Komarudin.
Kementerian Hukum dan HAM mengesahkan kepengurusan Partai Golkar kubu Agung Laksono pada 23 Maret 2015. Sejak saat itu, perebutan kepengurusan partai di tingkat pusat, daerah, dan fraksi di antara kedua kubu semakin panas. Kantor Dewan Pengurus Pusat Golkar di Slipi, Jakarta Barat, bisa dikuasai kubu Agung. Sedangkan kantor fraksi di DPR masih dikuasai kubu Aburizal.
Kedua kubu mengajukan surat kepada pimpinan DPR untuk melakukan perombakan faksi. Namun putusan sela yang dikeluarkan hakim PTUN Jakarta Timur hari ini menjadi pertimbangan Dewan untuk menengahi masalah Golkar.
"Pimpinan Dewan akan membiarkan politik fraksi karena itu kewenangan DPP Golkar," kata Fadli Zon. Ia menegaskan, penggantian pimpinan fraksi tak perlu meminta persetujuan DPR, berbeda dengan penggantian personel alat kelengkapan Dewan. "Soal Golkar tak akan dibahas di Badan Musyawarah."
Hal serupa disampaikan Wakil Ketua DPR dari Partai Keadilan Sejahtera, Fahri Hamzah. Menurut Fahri, putusan sela PTUN itu akan menjadi pertimbangan bagi pimpinan Dewan. "Selama konflik belum final, fraksi tak bisa diubah," katanya. "Bagaimana jika diubah lalu putusan diganti? Bahaya."
PUTRI ADITYOWATI