TEMPO.CO, Washington - Amerika Serikat mengumumkan bahwa negerinya mencabut pelarangan pengiriman perlengkapan militer ke Mesir. Pelarangan itu pernah diberlakukan AS setelah militer mengambil alih kekuasaan di Kairo dua tahun silam.
Gedung Putih mengatakan Presiden Barack Obama membebaskan pengiriman senjata dan membuat perubahan lain, yakni melakukan kerja sama militer dengan sekutu lama Washington. Perubahan ini dilakukan setelah Mesir membuktikan menyokong kepentingan AS dan melakukan reformasi politik.
"Ada kepentingan keamanan nasional AS di balik pencabutan embargo tersebut," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional, Bernadette Meehan.
Menurut Meehan, pencabutan tersebut ditandai perintah Obama mengirimkan 12 jet tempur F-16, 20 misil Boeing Harpoon, dan 125 tank Abrams M1A1 yang dibuat General Dynamics.
Keputusan pengiriman itu disampaikan setelah terjadi pembicaraan melalui telepon antara Obama dan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi. Kedua pemimpin juga membicarakan masalah gejolak keamanan di Timur Tengah.
Sisi sebelumnya menggagas pembentukan pasukan gabungan militer dari negara-negara Arab di Timur Tengah. Pasukan ini disiapkan untuk melawan pemberontak sekutu Iran di Yaman dan ancaman lain.
Gedung Putih menyatakan Washington ingin menyediakan bantuan militer kepada Mesir, yang saat ini fokus menghadapi terorisme, keamanan perbatasan, maritim, Sinai, serta pemberontakan kelompok bersenjata Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Obama menuturkan kepada Sisi bahwa dia akan melanjutkan permintaan ke Kongres AS soal bantuan militer senilai US$ 1,3 miliar atau sekitar Rp 16,9 triliun untuk Mesir setiap tahun. "Tapi AS akan menghentikan kemungkinan Mesir membeli senjata secara kredit pada tahun fiskal 2018," ucap Gedung Putih.
Kebijakan AS ini mendapatkan kritik dari kelompok pemerhati hak asasi manusia. Menurut mereka, bantuan militer itu merupakan sebuah pesan berbahaya. "Prioritas perhatian AS bukan pada masalah hak asasi manusia," kata Neil Hicks dari Human Rights First.
AL JAZEERA | CHOIRUL