TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana mengklaim Komisi Pemberantasan Korupsi mendukung pelaksanaan Payment Gateway. Meski demikian, dia mengakui komisi antirasuah juga memberikan sejumlah catatan terhadap proyek tersebut. "Tentu dengan saran agar ada koordinasi dengan Kementerian Keuangan dan perkuat dasar hukum," kata Denny di Markas Besar Kepolisian RI, Kamis, 2 April 2015.
Denny mengatakan rekomendasi itu diperoleh saat Kementerian Hukum dan HAM melakukan rapat koordinasi dengan KPK, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Bank Indonesia, Kementerian Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan PT KAI. "Kami memperoleh dukungan atas inovasi ini," ujarnya.
Namun Denny menolak mengungkapkan alasannya untuk tetap menjalankan program pembayaran paspor via online tersebut. "Saya pikir materi terkait yang lain. Nanti kami jawab," ucap mantan staf khusus bidang hukum Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu.
Sebelumnya, Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Rikwanto mengungkapkan KPK pernah mengingatkan Denny agar tidak melanjutkan Payment Gateway. "Ada rekomendasi KPK bahwa proyek ini berisiko hukum," kata mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya itu pada Senin lalu.
Penyidik sudah menetapkan Denny sebagai tersangka dalam kasus Payment Gateway karena diduga menunjuk langsung dua vendor, Doku dan Finnet Indonesia, untuk menangani program tersebut. Penyidik mengenakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.
Program pembayaran paspor via online, Payment Gateway, beroperasi sejak Juli sampai Oktober 2014. Selama itu diduga ada uang sebesar Rp 32 miliar yang tidak disetor langsung ke kas negara dan sempat mengendap satu hari di bank penampung. Penyidik juga menemukan adanya uang sekitar Rp 605 juta yang justru masuk ke rekening kedua vendor tersebut.
SINGGIH SOARES