TEMPO.CO, Semarang - Pengamat radikalisme dan terorisme dari Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail, mengatakan banyak anak muda Indonesia yang terpapar paham radikal seperti Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Menurut Noor Huda, mereka mudah terpapar paham radikal karena anak muda saat ini cenderung masuk generasi visual. Sehingga, tradisi membacanya tidak terlalu dalam. Internet dan media sosial menyajikan pesan dan gambar yang pendek.
"Rayuan dari kelompok radikal tak diimbangi dengan informasi yang cukup," kata Noor Huda kepada Tempo, Kamis, 2 April 2015. Padahal, kelompok radikal piawai dalam mempengaruhi semangat anak muda. "Tidak heran jika banyak anak muda yang terpengaruh."
Di sisi lain, gaya pendidikan atau ceramah agama para kiai dan ustadz masih menggunakan cara konvensional. Sebagian anak muda menganggap dakwah agama dianggap kurang asyik.
Padahal, pendidikan agama mestinya bisa mengimbangi pengaruh informasi dari dunia maya. "Para juru dakwah dan guru agama dituntut lebih 'gaul' dalam berdakwah dan mengajar," tambah Noor Huda.
Ihwal kurangnya tradisi membaca juga dibenarkan oleh Abu Tholud, terpidana terorisme di LP Kedungpane, Semarang. Abu Tholud sebelumnya sudah menyatakan diri anti-ISIS.
Abu Tholut pada awal 1980 menjadi jihadis di Afganistan. Saat itu, tak hanya didorong rasa simpati membela muslim Afganistan tapi juga untuk melawan penjajahan Amerika. "Kami juga mengimbangi informasi dengan referensi bacaan yang kuat, sehingga alasan berjihad tak hanya emosional, tapi juga rasional," ujarnya.
Saat ini, lanjut Abu Tholut, para pendukung ISIS dari Indonesia hanya tersulut rasa simpati dan emosinya, tanpa diimbangi dengan bacaan yang kuat. Sehingga, ajakan ISIS yang tak rasional juga ditelan mentah-mentah.
Contohnya, kata Abu Tholut, ancaman akan menyerang TNI, Polri, sampai Presiden Joko Widodo. Ancaman itu, menurut Abu Tholut, tak rasional disampaikan dari daratan yang berjarak ribuan kilometer dari Irak dan Suriah.
"Pendukung ISIS harus tahu bahwa konflik ISIS bukan hanya soal agama, tapi juga konflik politik dan sosial yang jauh dari unsur agama," ujar Abu Tholud.
SOHIRIN