TEMPO.CO, Jakarta - Peraturan presiden tentang peningkatan fasilitas uang muka pembelian mobil bagi pejabat negara menuai pro dan kontra. Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah tak berpandangan sama soal beleid yang ditetapkan pada 23 Maret 2015. Sebagian anggota menolak karena merasa tunjangan tersebut tak mendesak. Namun sebagian lain menerima karena memerlukan penyesuaian inflasi terkait biaya transportasi Dewan.
"Tentu tak semua anggota DPR dan DPD orang mampu, maka saya harap publik maklum," kata Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Farouk Muhammad saat dihubungi Tempo, Jumat, 3 April 2015.
Pada 20 Maret 2015, Presiden Joko Widodo menetapkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 68 Tahun 2010 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara pada Lembaga Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan. Perpres tersebut kemudian diundangkan Menteri Hukum dan HAM pada 23 Maret 2015.
Dalam pepres terbaru tersebut disebutkan adanya penambahan fasilitas uang muka yang diberikan kepada pejabat negara, dari Rp 116.650.000, menjadi Rp 210.890.000. Sedangkan pejabat negara yang dimaksud, yaitu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Hakim Agung Mahkamah Agung, Hakim Mahkamah Konstitusi, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, dan Anggota Komisi Yudisial.
Tunjangan akan diberikan kepada pejabat non-pimpinan per periode masa jabatan pada enam bulan setelah pejabat dilantik. Sedangkan pimpinan setingkat ketua atau wakil ketua berhak mendapatkan mobil dinas tanpa biaya tunjangan uang muka mobil.
Farouk berpendapat peningkatan uang muka diperlukan untuk menunjang kerja anggota Dewan. Ia menilai pemerintah perlu menyesuaikan besaran tunjangan sesuai dengan inflasi selama lima tahun terakhir. "Saya tak bisa menilai berapa besaran yang layak, tapi rasanya perlu penyesuaian karena sejak 2010 tunjangan belum naik," kata Farouk.
PUTRI ADITYOWATI