TEMPO.CO, Jakarta -- Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan mengatakan uang muka mobil pejabat negara diberikan karena para pejabat negara membutuhkan kendaraan. Jenderal purnawirawan itu menganggap uang muka tersebut sebenarnya tidak istimewa dan tak terlalu besar karena hanya dapat digunakan untuk membeli multi purpose vehicle (MPV) sekelas Toyota Anvanza.
"Ini sudah diusulkan lama dan karena teman-teman DPR itu yang memerlukan," kata Luhut di Istana, Senin, 6 April 2015. Lagipula, kata Luhut, "Itu untuk mobil Avanza sederhana, juga tidak istimewa."
Luhut mengakui bahwa meski dibutuhkan anggota DPR, kenaikan uang muka ini dilakukan pada momentum yang tidak tepat. Pada akhirnya, hal ini menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat. Ia pun mendukung apabila Presiden Joko Widodo membatalkan perpres soal uang muka pembelian mobil itu. "Jadi ini tidak istimewa, hanya momentumnya, cara memberi tahunya, jadi menimbulkan kegaduhan," ujar dia.
Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2010 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan ini hanya mengubah Pasal 3 ayat 1.
Sementara pada Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2010 disebutkan fasilitas uang muka diberikan kepada pejabat negara sebesar Rp 116.650.000, sedangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 angka itu diubah menjadi Rp 210.890.000,-
Adapun lembaga negara yang dimaksud seperti tercantum dalam Pasal 1 adalah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Hakim Agung, hakim Mahkamah Konstitusi, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, dan Anggota Komisi Yudisial
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan, Presiden Jokowi menaikkan uang muka pembelian kendaraan menjadi Rp 210,890 juta. Jumlah ini naik dibandingkan tahun 2010, yakni sebesar Rp 116.650.000.
REZA ADITYA