TEMPO.CO, Jakarta - Perselisihan kepemimpinan Partai Golkar sampai di ranah Dewan Perwakilan Rakyat. Ketua Umum Golkar versi Munas Ancol, Agung Laksono, mengatakan sejumlah anggotanya di Senayan sengaja digeser oleh fraksi Golkar versi Munas Bali. Pergeseran tersebut hampir terjadi di seluruh Komisi di DPR.
Agung memberi contoh Zainudin Amali dan Adies Kadir yang digeser dari Komisi Hukum. "Posisi mereka berdua di Komisi Hukum diganti politikus Golkar versi ARB dari Komisi lain," kata Agung ketika ditemui Tempo di kantor Dewan Pimpinan Pusat Golkar di Slipi, Jakarta Barat, Senin, 6 April 2015.
Bahkan, menurut Agung, Amali dan Adies sampai saat ini tidak mendapat jatah Komisi di DPR. Walhasil, keduanya kini seperti pengangguran dari tugas-tugas keanggotaan di DPR. "Ya, seperti makan gaji buta saja, sebab tugas nyata Dewan di Komisi," ujar Agung.
Adies Kadir sendiri mengaku kaget dengan pemindahan tugas tersebut. Dia mengaku dapat informasi pergeseran Komisi pada 21 Maret 2015. Menurut dia, ada tiga nama politikus Golkar versi Munas Bali yang masuk ke Komisi Hukum.
Mereka adalah Mukhamad Misbakhun, Kahar Muzakir, dan Ahmadi Noor Supit. "Lucunya pemindahan anggota Dewan ini tidak melalui proses Badan Musyawarah DPR, dan tidak diumumkan dalam sidang paripurna," kata Adies kepada Tempo.
Adies mengaku sedang menyusun surat protes yang ditujukan ke Sekretaris Jenderal DPR. Namun dia masih butuh waktu untuk berkoordinasi dengan Ketua Fraksi Golkar dan Ketua Umum versi Munas Ancol, Agus Gumiwang Kartasasmita dan Agung Laksono.
Adies juga menceritakan kejanggalan lain dalam proses pemindahan Komisi tersebut. Menurut dia, Kahar Muzakir dan Ahmadi Noor Supit saat ini masuk dalam dua Komisi DPR. "Pak Kahar masih terdaftar di Komisi Olahraga, sedangkan Pak Supit ada juga di Komisi Keuangan," kata dia.
Agung Laksono mengaku kecewa dengan keputusan Ketua Fraksi Golkar versi Munas Bali, Ade Komaruddin, yang sewenang-wenang memindahkan anggota Dewan dari Komisi Kerja. Agung juga menyesalkan sikap Pimpinan DPR yang menyetujui permohonan Ade Komaruddin.
"Kenapa Pimpinan DPR menyetujui permintaan fraksi dari partai yang sudah kedaluwarsa? Ini keputusan yang cacat hukum," kata Agung. "Seharusnya ini bisa dicegah oleh para pimpinan DPR, tapi kok mereka ikut sewenang-wenang."
INDRA WIJAYA