TEMPO.CO , Sukabumi - Seorang tenaga kerja Indonesia asal Kota Sukabumi, Jawa Barat, diduga menjadi korban human trafficking (perdagangan manusia). TKI bernama Wawat Rahmawati, 42 tahun, warga Kampung Babakan Garung, Kelurahan Karangtengah, Kecamatan Gunungpuyuh, Kota Sukabumi, itu pulang dalam kondisi mata tak bisa meliah alias buta setelah lima tahun berada Malaysia.
Wawat mengaku awalnya tak terpikirkan bisa bekerja di Malaysia pada akhir 2009. Saat itu Wawat hanya berniat ingin bekerja ke luar negeri dengan cara mencari perusahaan yang memberangkatkan dirinya dari Jakarta. Saat berada di Jakarta, Wawat bertemu dengan petugas agen tenaga kerja bernama Toni.
Toni menjanjikan akan mempekerjakan dirinya di Brunei Darussalam. Setelah berangkat, rupanya Wawat dibawa ke Batam dan akhirnya sampai ke Malaysia. Di Malaysia, tepatya di Johor, Wawat menjadi pembantu rumah tangga ilegal.
"Menjadi pekerja ilegal, saya hanya kuat menjalani selama 2,5 bulan," tutur Wawat di Sukabumi, Senin 6 April 2015.
Mencoba mengadu ke agen, Wawat tak mendapatkan solusi. Ia malah diperdagangkan oleh Toni. "Saya tak mendapat gaji, yang awalnya dijanjikan dibayar 500 Ringgit Malaysia atau sekitar Rp 1,5 juta per bulan," kata Wawat sedih.
Dalam pelarian, Wawat mencari pekerjaan menjadi pelayan warung. Tak betah, Wawat mencoba pekerjaan lain. Di tengah sulitnya mencari pekerjaan yang cocok di Malaysia, Wawat bertemu orang Indonesia di daerah Rawang, Kuala Lumpur.
Baca Juga:
Melalui orang tersebut, Wawat menjadi kuli bangunan dengan gaji sekitar 38 ribu Ringgit Malaysia. Namun pekerjaan itu tak bertahan lama. "Lalu saya bertemu Fatimah orang Pasuruan, Jawa Timur. Dengan modal uang sekitar Rp 230 ribu, saya ngekos (sewa tempat) di rumah Fatimah sambil nyari pekerjaan," tuturnya.
Awal 2015, melalui iklan di surat kabar dibuka lowongan pekerjaan pelayan kantin. Wawat mencoba melamar dan diterima. Tepatnya kantin di Sekolah Kebangsaan Rendah atau setingkat sekolah dasar di Taman Segar, Kuala Lumpur.
"Saya baru bekerja selama tiga bulan bekerja tiba-tiba mendadak mata merah dan sakit sekali. Kalau duduk lama terasa pusing. Lalu saya berobat ke dokter yang kemudian diberi obat tetes mata. Tiga hari kemudian, mata saya mulai tak bisa melihat. Semua tiba-tiba gelap dan berbayang," ungkap janda dua anak ini.
Wawat lantas dirawat Fatimah. Sejumlah kenalan menggalang dana untuk membantu agar Wawat membeli obat agar bisa sembuh. "Teman-teman saya bertemu Pak Alex dari Migrant Care. Saya dibawa ke KBRI di Kuala Lumpur. Lalu bisa pulang lagi ke rumah di Sukabumi," terang Wawat.
Di Sukabumi, kini Wawat menjadi beban keluarga. Niat merantau ke luar negeri untuk mencari biaya sekolah dua anaknya pupus. "Anak saya masih ingin sekolah. Saya berharap sembuh dan bisa melihat kembali."
DEDEN ABDUL AZIZ