TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menantang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta menggunakan hak menyatakan pendapat. Hak tersebut, kata dia, bisa menunjukkan pihak yang bersalah dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015.
"Kenapa enggak diteruskan sekalian menjadi hak menyatakan pendapat?" kata Ahok, sapaan Basuki, di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Selasa, 7 April 2015.
Ahok meyakini tindakannya menerapkan sistem e-budgeting dalam penyusunan APBD. Ia berujar, sistem itu mampu menekan kemungkinan terjadinya penggelembungan anggaran. Sebab, sistem merekam semua riwayat perubahan. Menurut dia, sistem e-budgeting juga menekan peluang korupsi di pemerintah DKI.
Rapat paripurna yang digelar pada Senin, 6 April 2015, membahas hasil penyelidikan tim angket. Tim itu menyimpulkan Ahok telah melanggar undang-undang karena menyerahkan Rancangan APBD DKI Jakarta 2015 yang bukan hasil pembahasan bersama anggota Dewan ke Kementerian Dalam Negeri.
Tim juga menilai Ahok melanggar etika dan norma karena kerap mengucapkan kata-kata kasar. Ahok menyebut DPRD sebagai "Dewan Perampok Daerah" dalam video berdurasi sekitar delapan menit yang ditayangkan Dewan dalam rapat itu.
Ahok mengatakan kesalahan justru datang dari anggota Dewan yang menyisipkan anggaran siluman senilai Rp 12,1 triliun dalam APBD 2015. Pemerintah DKI mencoret anggaran program kegiatan berupa pokok pikiran yang diusulkan anggota Dewan dengan modus memotong 10-15 persen dari nilai anggaran asli dan mengubahnya menjadi kegiatan baru. "Dibuktikan saja nanti di Mahkamah Agung," ujar Ahok.
Ahok memperkirakan proses peradilan memakan waktu hingga pertengahan 2016. Itu artinya, kata dia, proses penyusunan APBD 2017 aman lantaran sudah mencapai 50 persen. Ia sempat berseloroh akan menekuni dunia stand-up comedy jika tak menjabat gubernur lagi. "Saya ini cukup lucu, kok," ucap Ahok.
LINDA HAIRANI