TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana Tugas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Johan Budi S.P., mengatakan putusan praperadilan Suryadharma Ali sudah tepat. Menurut dia, putusan itu seharusnya menjadi rujukan bagi hakim lain. "Putusan hari ini membuka mata kita. Harusnya ini bisa menjadi rujukan bagi hakim lain," kata Johan di kantornya, Rabu, 8 April 2015.
Sebelumnya, hakim tunggal gugatan praperadilan Suryadharma Ali, Tatik Hadiyanti, menolak seluruh gugatan serta tuntutan praperadilan bekas menteri agama itu. Menurut Tatik, penetapan tersangka bukanlah obyek praperadilan seperti yang diatur Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 77.
Putusan gugatan Suryadharma berbeda dengan putusan terhadap gugatan praperadilan yang diajukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hakim tunggal Sarpin Rizaldi mengabulkan gugatan Budi. Putusan ini mementahkan penetapan tersangka terhadap Budi terkait dugaan korupsi di Mabes Polri.
Pengacara Suryadharma, Humprey Djemat, mengatakan ia akan berkoordinasi dengan kliennya tentang langkah hukum yang akan diambil setelah gugatan praperadilan ditolak. Menurut dia, seharusnya hakim tunggal Tatik Hadiyanti menerima gugatan Suryadharma. "Tapi hakim tidak berani perluas makna Pasal 77 KUHAP (tentang obyek praperadilan)," kata Humprey.
Johnson Panjaitan, pengacara lainnya, menyatakan Suryadharma akan mengikuti proses hukum yang berjalan. Namun ia akan terus berjuang untuk menuntut keadilan bagi kliennya, seperti yang didapat Komisaris Jenderal Budi Gunawan pada 16 Februari lalu. Gugatan praperadilan Budi dikabulkan dan penetapan tersangkanya dibatalkan.
Setelah mengikuti proses sidang praperadilan selama sepekan, hakim Tatik akhirnya memutuskan menolak seluruh gugatan Suryadharma. Namun Johnson menilai putusan hakim janggal. "Karena hakim tidak menyentuh pokok perkaranya. Hakim justru tidak membahas proses penyidikan KPK yang aneh," ujarnya.
KPK menetapkan Suryadharma sebagai tersangka pada 22 Mei 2014 atas kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama periode 2010-2013. KPK menduga ada dua potensi kerugian negara sebesar Rp 3 miliar untuk proses rekrutmen Panitia Penyelenggara Ibadah Haji dan proses pengadaan pemondokan di Arab Saudi sebesar Rp 1,8 triliun.
Setelah memenangkan gugatan Suryadharma, KPK masih harus melayani empat gugatan praperadilan lainnya. Mereka adalah eks Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, eks Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo, eks Ketua Komisi Energi DPR Sutan Bathoegana, dan eks Direktur Pengolahan Pertamina Suroso Atmo Martoyo.
INDRI MAULIDAR | DEWI SUCI