TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan secara prosedur penerbitan peraturan presiden tentang naiknya tunjangan uang muka pembelian mobil pejabat sudah tepat. Dinamika kondisi ekonomi yang membuat penerbitan perpres jadi tak sesuai.
"Itu terjadi bukan karena kelalaian. Ada proses yang cukup panjang dan harus dilalui," kata Pratikno di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu, 8 April 2015.
Menurut Pratikno, perbaikan kinerja kesekretariatan terus dilakukan setiap saat. Ia membantah akan ada sanksi yang dikenakan terkait dengan lolosnya beleid tersebut. "Prosesnya sudah berjalan benar, kemudian ada dinamika yang jauh lebih cepat dari teks yang sudah ada," kata dia.
Naiknya tunjangan uang muka bagi pejabat negara untuk pembelian mobil pribadi diusulkan oleh Ketua DPR RI Setya Novanto. Menurut penelusuran www.setkab.go.id, pada 5 Januari 2015 Novanto mengirimkan surat minta dilakukan revisi aturan tersebut.
Akhirnya, atas kajian Kementerian Keuangan, Jokowi meneken Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2010 tentang Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan. Dalam perpres tersebut, Jokowi menaikkan besaran fasilitas dari Rp 116,65 juta menjadi Rp 210,89 juta kepada setiap pejabat negara.
Bantuan uang muka ini hanya untuk pejabat negara yang diartikan Pasal 1 Perpres 68 Tahun 2010, yaitu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, hakim Mahkamah Agung, hakim Mahkamah Konstitusi, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, dan Anggota Komisi Yudisial.
Kendaraan yang dimaksud di luar mobil dinas yang disediakan juga oleh negara. Fasilitas ini diklaim untuk menunjang kelancaran tugas sehari-hari pada pejabat negara. Akhirnya Jokowi mencabut perpres tersebut karena tak sesuai dengan kondisi ekonomi saat ini.
TIKA PRIMANDARI