TEMPO.CO, Jakarta - Bank-bank Badan Usaha Milik Negara seperti Bank Mandiri dan Bank Negara Indonesia kesulitan untuk melebarkan sayapnya di negara-negara ASEAN. Kesulitan terbesar terutama berasal dari masalah administrasi di negara-negara tujuan.
"Kami sudah lima tahun mengajukan izin di Singapura dan Malaysia, tapi hasilnya nihil sampai sekarang," kata Direktur Utama Bank Mandiri, Budi S. Gunadi, di Kompleks Parlemen Jakarta, Rabu, 8 April 2015.
Padahal, menurut Budi, bank-bank dari negara tetangga sudah memiliki ribuan cabang di Indonesia. Bahkan jumlah cabang bank-bank asing tersebut di Indonesia jauh lebih banyak ketimbang jumlah cabang di negara asal mereka.
Menurut Budi, Malaysia sudah melakukan penetrasi di Indonesia dengan membuka 1.400 cabang. Sementara bank di Indonesiabelum memiliki satu cabang pun. Begitu juga di Singapura, BNI dan Mandiri masing-masing hanya memiliki satu cabang, berbanding terbalik dengan 670 cabang Bank Singapura di Indonesia.
Entry barrier ASEAN GCG Index yang ketat, ujar Budi, selalu menjadi momok bagi pihaknya untuk membidik Malaysia dan Singapura. Ia berharap pemerintah dapat memberikan perhatian terhadap kerjasama bilateral agar bank mudah melebarkan sayapnya di ASEAN.
Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Maruarar Sirait mengkritisi rendahnya penetrasi bank lokal di negara ASEAN dan mendesak untuk ditingkatkan. Musababnya, sebentar lagi Masyarakat Ekonomi Asean akan segera diterapkan. Begitu juga dengan keselarasan sistem keuangan dan perbankan antar negara ASEAN.
Maruarar berharap pemerintah, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan dapat berkerja sama dengan baik dan jangan ada lagi tumpang tindih kewenangan.
Dia menuturkan saat berkunjung ke Shanghai mengaku terkejut ketika cabang BNI di sana tidak boleh menggunakan yuan dalam setiap transaksinya. "Padahal bank-bank asing di sini dengan bebas menggunakan rupiah dalam bertransaksi."
ANDI RUSLI