TEMPO.CO, Denpasar - Sebanyak 250 pecalang (tugas keamanan desa adat) diturunkan untuk mengamankan Kongres IV PDIP di Denpasar, Bali, 9-12 April 2015.
Koordinator lapangan pecalang, Ketut Bima Adnyana, mengatakan, jumlah pecalang kali ini cuma separuh dari Kongres PDIP ketiga pada 2010 yang mencapai 500 orang. "Konflik kali ini lebih kecil, karena kompak mendukung Ibu Mega," kata Bima kepada Tempo, 9 April 2015.
Para pecalang menggunakan pakaian adat lengkap, mulai dari kain poleng (saput), pengikat pinggang (anteng), dan pengikat kepala (udheng). Setiap pecalang memegang handy talky sebagai alat komunikasi yang langsung terhubung dengan kepolisian.
Menurut Bima, pengamanan pecalang terbagi dalam tiga ring. Ring pertama, sebanyak 50 orang berjaga di halaman depan hotel. Ring kedua di lobi hotel sebanyak 25 orang, dan 15 pecalang lainnya di arena kongres. Selain itu, 30-an pecalang disebar sebagai intelijen dan pengawal.
Para pecalang, kata dia, menyiapkan kongres sejak sebulan lalu. Namun menurut Bima, kongres PDIP kali ini lebih spesial. Kongres didahului dengan bakti sosial dengan membagikan sembako kepada warga miskin.
Selain itu, Inna Grand Beach Hotel sebagai lokasi kongres dipenuhi dengan penjor. "Penjor ini sebagai simbol agar PDIP tetap kukuh dan lurus," kata Bima.
Menurut Bima, para pecalang ikut mendukung Megawati Soekarnoputri untuk tetap memimpin partai banteng bermoncong putih. Alasannya, hanya Megawati yang bisa mempersatukan PDI Perjuangan. "Trah Sukarno itu sebagai simbol pemersatu," katanya.
IKA NINGTYAS