TEMPO.CO, Subang - Seorang siswa salah satu madrasah tsanawiyah di Binong, Subang, Jawa Barat, berinisial MHA diduga menjadi korban rekrutmen jaringan gerakan radikal Islamic State Iraq and el-Syam (ISIS).
MHA merupakan anak pasangan DR dan AS, warga Desa Gambarsari, Kecamatan Pagaden. Ia duduk di kelas IX madrasah tsanawiyah. Namun tiga hari menjelang pelaksanaan Ujian Akhir Sekolah (UAS), ia tiba-tiba mengundurkan diri dan pindah ke sebuah pondok pesantren di Kabupaten Ciamis.
Ketua Dewan Permusyawaratan Desa Gambar Sari Wawan Setiawan kepada Tempo, Kamis, 9 April 2015 mengatakan bahwa keluarnya MHA dari sekolah tidak dilatarbelakangi persoalan apa pun.
Saat pihak sekolah mendatangi orang tuanya guna mendapatkan informasi alasan MHA keluar sekolah, mereka menyatakan bahwa anaknya dibawa oleh seseorang bernama Ibrohim, warga Haurgeulis, Indrmayu. MHA dipindahkan ke pondok pesantren di Ciamis.
"Kami menduga dia (MHA) direkrut jaringan ISIS, sebab informasinya pesantren itu ada kaitan dengan aliran radikal itu," ujar Wawan. Apalagi faktanya MHA keluar dari sekolah hanya tiga hari menjelang UAS. Anehnya dia keluar sekolah seizin kedua orang tuanya.
Wawan menjelaskan hingga saat ini ayah orang tua MHA yang kini masih berada di Ciamis berprofesi sebagai pedagang. Ada pun ibunya adalah ibu rumah tangga. "Mereka baru pindah dari Bandung tiga tahun lalu," ujar Wawan.
Pasangan suami-istri tersebut tertutup setelah terendusnya MHA yang diduga menjadi korban perekrutan jaringan ISIS. Wawan melaporkan kasus yang kini menggemparkan warga desanya itu ke Babinkam Polri dan Babinsa AD.
Kepala Polsek Pagaden Komisaris Polisi Ojat Sudrajat mengatakan pihaknya masih melakukan penyelidikan. "Anggota sudah kami kerahkan untuk melakukan penyelidikan," katanya. "Pemantauan juga terus dilakukan."
Ojat mengungkapkan anak-anak usia pelajar memang sangat rentan disusupi paham destruktif. "Kami meminta masyarakat mengawasi anak-anak remaja agar tak disusupi dan direkrut jaringan paham radikal," katanya.
NANANG SUTISNA