TEMPO.CO, Yogyakarta - Tim pengacara terpidana Mati kasus narkotika dan obat terlarang asal Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso, 30 tahun, akan mengajukan peninjauan kembali kedua setelah Mahkamah Agung menolak keseluruhan permohonan peninjauan kembali kliennya pada akhir Maret lalu.
Anggota tim pengacara Mary Jane yang ditunjuk Kedutaan Besar Filipina, Agus Salim, mengatakan timnya telah bertemu dengan pejabat dari Kedutaan Besar Filipina di Jakarta, Rabu, 8 April 2015. Dalam pertemuan itu mereka membahas pengajuan PK kedua Mary Jane. "Pertimbangan kami adalah mencari kebenaran materiil dan keadilan untuk Mary Jane," kata Agus Salim ketika dihubungi, JUamt, 9 April 2015.
Tim pengacara hingga saat ini belum menerima salinan putusan penolakan PK kedua dari Mahkamah Agung. Menurut dia, PK kedua akan diajukan tim pengacara setelah tim kuasa hukum mendapatkan salinan putusan itu. Agus Salim mempertanyakan alasan penolakan pengajuan PK Mary Jane. Permohonan peninjauan kembali bisa dilakukan lebih dari satu kali bila merujuk pada Mahkamah Konstitusi dalam putusan uji materi Pasal 26 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Agus Salim kembali menjelaskan ketidakadilan yang diterima Mary Jane. Mereka meyakini Mary Jane hanya dijebak dan menjadi korban sindikat narkoba internasional. Agus Salim menegaskan tim pengacara siap memberikan informasi untuk menelusuri kebenaran identitas ibu dua anak itu. "Mary Jane bukan gembong narkoba dan tak pantas mendapatkan hukuman eksekusi mati," kata Agus.
Dalam pengajuan PK pertama, tim pengacara mendapat novum atau bukti baru. Ada sejumlah bukti kejanggalan prosedur itu. Penerjemah Bahasa Filipina pada hari penangkapan Mary Jane pada 25 April 2010 langsung disediakan oleh polisi. Padahal hari itu adalah hari Minggu, bukan hari kerja.
Pengacara juga telah menunjukkan bukti surat tugas untuk Nuaraini, penerjemah yang mengambil program studi S1 Sastra Inggris Sekolah Tinggi Bahasa Asing LIA Yogyakarta. Surat yang ditandatangani pimpinan STBA LIA, J. Bismoko itu tertanggal 25 April 2010. Karena belum lulus, penerjemah ini oleh pengacara Mary Jane dianggap tak kompeten.
Mary Jane tak bisa berbahasa Inggris dengan baik. Dia hanya bisa berbahasa Tagalok sehingga memerlukan penerjemah ketika pemeriksaan maupun dalam persidangan. Penerjemah yang tak kompeten itu menurut tim pengacara berdampak karena mempengaruhi hasil persidangan.
Mary Jane, ditangkap atas tuduhan membawa heroin seberat 2,6 kilogram di Bandar Udara Adisucipto, Yogyakarta, pada 25 April 2010. Mary Jane memakai penerbangan pesawat Air Asia dari Kuala Lumpur ke Yogyakarta. Ia yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga adalah penduduk Esguerra, Talavera Nueva Ecija, Filipina.
Pada Oktober 2010, ia divonis mati dan grasinya ditolak Presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2014. Pada 11 Oktober 2010, Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta, memberikan vonis mati kepada Mary Jane. Putusan itu diperkuat hingga kasasi, bahkan grasinya pun ditolak.
SHINTA MAHARANI