TEMPO.CO, Bandung- Pemerintah pada Ujian Nasional tingkat sekolah menengah pada 2015 ini menerapkan cara baru berupa tes berbasis komputer. Proses ujiannya diawali siswa dengan memasukkan nama pengguna dan kata kunci yang semuanya berupa kode angka pada di layar komputer.
“Saat ujicoba ada siswa yang gagal masuk karena salah ketik angka username atau password,” kata penanggung jawab Ujian Nasional Computer Based Test di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Bandung, Yulius Maulana, saat ditemui Tempo di sekolahnya, Sabtu, 11 April 2015.
Kode angka nama pengguna dan kata kunci itu, kata Yulius, sebenarnya tinggal disalin siswa dari kartu ujian yang diberikan panitia dan wajib dibawa saat ujian. Setelah berhasil masuk, seorang petugas operator di tiap kelas akan memberikan kode token berupa angka untuk membuka soal di layar komputer.
Setelah tiba waktu ujian selesai, siswa harus menekan tombol tutup soal agar bisa dikirim langsung panitia ujian ke server pusat di Jakarta.
Khusus pada mata ujian mendengarkan (listening) bahasa Inggris yang mengawali ujian hari kedua pada Selasa, 14 April 2015, siswa diminta untuk tidak membuka langsung soal, melainkan menunggu beberapa detik setelah soal yang dibacakan dalam bahasa Inggris diputar.
“Kalau membuka soal mendahului soal audio, khawatirnya soal tertulis di komputer jadi lebih cepat tertutup,” ujar Yulius. Soal itu punya durasi waktu 20 menit, setelah itu soal listening otomatis tertutup.
Pada jenis soal tertulis, peserta ujian bisa dengan bebas membuka soal juga memperbaiki pilihan jawaban. “Tinggal klik saja pilihan jawabannya. Selama belum menekan tombol keluar dari soal, siswa bisa memeriksa semua jawabannya,” ucap Yulius. Saat ujicoba ujian di sekolah selama tiga kali, yakni pada 2, 6, dan 7 April lalu, siswa mengeluhkan soal ujian Matematika.
Masalah tersebut pada soal bergambar, yakni tanda bilangan seperti pangkat tidak terlihat jelas. Siswa pun jadi ragu mengerjakannya. “Kami sudah sampaikan itu ke Posko Ujian Nasional pusat. Mungkin karena soal gambar itu bukan hasil ketikan tapi hasil scanning (pemindaian) dengan resolusi kurang,” ujar staf kurikulum SMKN 3 Bandung tersebut. Ia berharap kekurangan hal teknis itu bisa diperbaiki pemerintah agar tidak merugikan siswa.
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Asep Hilman mengatakan, Ujian Nasional berbasis komputer ini masih sedikit diikuti sekolah. Tercatat baru 57 SMA dan SMK di Jawa Barat yang menerapkan. “Sekolah di Jawa Barat kebanyakan memilih hati-hati dibanding sekolah di Jawa Timur yang lebih banyak,” ujarnya kepada Tempo di SMAN 8 Bandung.
Alasannya, kata Asep, karena ujian itu yang pertama kali, bukan akibat jumlah komputer yang terbatas di sekolah. “Tahun depan akan ditargetkan minimal dua kali lipat yang ikut dari sekarang.”
ANWAR SISWADI