TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua KPK Zulkarnaen mengatakan, berdasarkan hasil survei yang dilakukan komisi antirasuah, sebanyak 30 persen masyarakat Indonesia masih belum mengerti tentang gratifikasi.
"Mereka tidak tahu kalau gratifikasi itu merupakan kejahatan," katanya saat menghadiri penandatanganan komitmen pengendalian gratifikasi dan peluncuran sistem whistleblowing daring di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Senin, 13 April 2015.
Zulkarnaen menjelaskan, selama ini gratifikasi belum dipahami banyak orang karena banyak modus yang menyelubungi tindak suap-menyuap itu. "Misalnya pemberian hadiah terkait jabatan, pemberian transportasi perjalanan dinas, dan banyak lagi."
Selain itu, menurut dia, ada pula bentuk gratifikasi terselubung seperti pemberian saham, memberikan proyek pekerjaan, atau fee atas suatu proyek yang diloloskan. Beragam praktek gratifikasi semacam itu, menurut Zulkarnaen, sangat mungkin terjadi di lingkungan pemerintahan.
"Makanya harus ada langkah-langkah pencegahan."
Zulkarnaen menambahkan, para pegawai negeri, harus memahami modus dan bentuk gratifikasi. Selain itu kesejahteraan pegawai juga harus ditingkatkan supaya mereka tak terdorong untuk menerima pemberian dari pihak lain.
Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap gratifikasi ini, menurut Zulkarnaen, menjadi salah satu pemicu masih adanya upaya pemberian uang pelicin, hadiah, atau sogokan terhadap penyelenggara negara.
"Perlu diingatkan juga, pihak swasta, korporasi, dan masyarakat umum dilarang menggoda pegawai negeri dengan pemberian semacam itu."
Zulkarnaen mengancam pihak swasta maupun masyarakat yang memberikan gratifikasi terhadap penyelenggara negara bisa dijerat oleh KPK. "Setidaknya kami panggil untuk dimintai pertanggungjawaban."
PRAGA UTAMA