Bisnis.com, Denpasar - Sebanyak 2.500 pedagang minuman di Bali menandatangani petisi menolak aturan larangan bagi minimarket dan pengecer menjual minuman beralkohol golongan A. Ketua Asosiasi Distributor Minuman Alkohol Golongan A (ADMA) Frendy Karmana mengungkapkan semua tanda tangan sudah diserahkan kepada Dinas Perdagangan dan Perindustrian Bali dan Dewan Perwakilan Daerah.
Diharapkan, kata Frendy, suara pedagang di Bali didengar oleh pemerintah pusat. "Mereka pedagang takut pendapatan turun karena selama ini keuntungan dari penjualan minol (minuman beralkohol) lumayan," ujarnya, Selasa, 14 April 2015.
Frendy menuturkan pedagang protes karena, dalam sehari, keuntungan mencapai Rp 125 ribu per krat berpotensi hilang jika aturan itu diberlakukan. Distribusi minuman beralkohol di Bali, kata dia, umumnya melalui pengecer. Dari total peredaran 5 juta botol bir per bulan, sebagian besar melalui pengecer atau pedagang kecil.
Konsumen minuman beralkohol di Bali sebanyak 72 persen merupakan wisatawan asing dan domestik. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6/M-DAG/Pper/1/2015 tentang minuman beralkohol rencananya berlaku mulai 16 April. Larangan ini diprediksi memukul pendapatan 55 ribu pedagang kecil di Tanah Air.
Heineken dan Diageo, perusahaan bir multinasional, sebelumnya sudah meminta pemerintah untuk menunda kebijakan ini. "Yang paling berpengaruh justru penyalur-penyalur kecil," ujar Sanjeet Aujla, analis Bank Credit Suisse Singapura, sebagaimana dilansir The Financial Times, Minggu, 12 April 2015.
Kementerian Perdagangan menjadikan minuman dengan kadar alkohol di bawah 5 persen terlarang untuk diedarkan. Heineken diketahui memiliki 70 persen saham di PT Multi Bintang, produsen Bir Bintang. Perusahaan ini juga memegang lisensi produksi Bir Guinness di Indonesia.
Menteri Perdagangan Rahmat Gobel mengatakan pelarangan peredaran minuman beralkohol sudah tepat. Rahmat menganggap alkohol membuat mental masyarakat rusak.
NANCY JUNITA | ROBBY IRFANY | FINANCIAL TIMES