TEMPO.CO, Cilacap - Pengawasan terhadap narapidana terorisme dan pengunjung di sejumlah lembaga pemasyarakatan di Nusakambangan dinilai lemah. Lemahnya pengawasan membuat penyebaran paham radikal menjadi lebih mudah.
"Pengawasan yang lemah membuat Abu Bakar Ba'asyir leluasa menyebarkan paham radikalnya," kata Komandan Korem 071 Wijaya Kusuma Banyumas Kolonel Infanteri Edison, Selasa, 14 April 2015.
Ia mengatakan, Abu Bakar Ba'asyir tetap menganggap Indonesia adalah negara togut (kafir) yang harus diperangi. Ia mengaku sudah bertemu langsung dengan Ba'syir di LP Nusakambangan.
Ba'asyir disebutnya masih sebagai seorang pembangkang tulen terhadap negara. Bahkan Ba'asyir berani menyalahkan Edison sebagai orang yang salah atas tugas yang diembannya pada negara ini. "Kami bertemu dengan Ba'asyir di dalam Lapas Nusakambangan beberapa waktu lalu dan saya disalahkan olehnya karena membela negara kafir," katanya.
Atas fakta-fakta tersebut, kata Edison, perlu adanya peningkatan kewaspadaan semua pihak pengamanan di Nusakambangan, khususnya bagi para napi teroris dan pembesuk-pembesuknya. Ia menegaskan kewaspadaan itu perlu dilakukan setelah dia menelusuri jejak para pembesuk yang mengunjungi para napi terorisme, termasuk para pembesuk pemimpin Pondok Pesantren Ngruki Abu Bakar Ba'asyir di LP Nusakambangan.
"Khusus Baasyir, pembesuk yang mengunjunginya sepanjang tahun 2014, data yang saya peroleh itu tercatat lebih dari 900 orang. Ketika berkunjung, tidak sedikit pembesuk menanti dakwah Ba'asyir," katanya.
Masih menurut Edison, jika pengamanan ketat di LP Nusakambangan, mestinya tidak akan terjadi para napi bisa berceramah bebas dari dalam lapas, bahkan ceramah yang terang-terangan melawan negara ini. "Tiap minggu kami mencatat ada setidaknya 15 orang yang besuk Ba'asyir. Parahnya juga semua narapidana di sana ditempatkan dalam satu blok, sehingga sudah kayak pesantren saja," kata Edison.
ARIS ANDRIANTO