TEMPO.CO, Jakarta - Badan Narkotika Nasional membongkar modus baru peredaran narkoba yang dilakukan sindikat yang beranggotakan lima orang. Kelompok ini mengedarkan ganja yang dicampur dalam adonan cokelat dan brownies.
Jajanan mengandung ganja itu lantas dikemas dalam kotak kecil seukuran kemasan kue. Tiap kotak berisi 20 butir cokelat atau potongan brownies. "Sekotak dijual dengan harga Rp 200 ribu," kata Deputi Pemberantasan BNN Deddy Fauzi Elhakim di Cawang, Senin, 13 April 2015.
Deddy menambahkan, sindikat tersebut memasarkan jajanan yang mengandung ganja itu lewat situs Internet, www.tokohemp.com. Pembeli, menurut dia, bakal menghubungi sindikat tersebut untuk memesan via telepon atau pesan pendek. "Bisnis tersebut sudah dijalankan sejak enam bulan lalu. Mereka mengambil ganja dari Jambi," ujar Deddy.
Adapun target konsumen jaringan ini adalah pelajar, mahasiswa, dan pecandu ganja di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Konsumen brownies ganja, menurut Deddy, ialah mereka yang sudah mengetahui kandungan jajanan tersebut.
Terbongkarnya sindikat ini berawal dari kejadian yang menimpa seorang anak, yang tak kunjung bangun dari tidurnya setelah mengkonsumsi brownies ganja. Deddy menyebutkan anak itu tak bangun-bangun akibat efek depresan ganja. Keanehan ini lantas dilaporkan ke polisi dan menjadi petunjuk BNN untuk membongkar sindikat produsen brownies ganja tersebut.
Berbekal informasi tempat pembelian brownies itu, BNN meringkus dua orang berinisial OJ, 21 tahun, dan AH, 21 tahun, di Blok M Plaza, Jakarta Selatan, pada Jumat, 10 April 2015. Kemudian IR, 38 tahun, YG, 23 tahun, dan HA, 37 tahun, ditangkap tak jauh dari lokasi penggerebekan pertama. "IR yang berperan sebagai ketua sindikat ini," kata Deddy. “Sedangkan YG berperan sebagai juru masak serta HA sebagai penjaga toko di Blok M Plaza lantai 1.”
Dari Blok M Plaza, petugas BNN lantas menggeledah unit apartemen milik IR di Tangerang. Hasilnya, ditemukan empat kilogram ganja, oven, mentega, cetakan kue, blender, setrika, dan tepung kue. Ada juga laptop, buku tabungan, timbangan digital, dan cokelat padat.
Sementara itu, tersangka berinisial IR menyebutkan bisnis itu dimulainya sejak dia mengkonsumsi ganja untuk meredakan sakit karena dia menderita HIV dan hepatitis C. "Rasanya langsung sembuh saat mengkonsumsi ganja," katanya.
Penggunaan ganja yang rutin, menurut IR, membuat dia sempat waswas ditangkap polisi. Akhirnya, terbersit ide untuk menyulap ganja menjadi produk kuliner, seperti brownies. "Tak disangka, sambutan kawan-kawan saya positif, sehingga saya bisniskan," ujarnya.
Kelima tersangka terancam Pasal 111 ayat 2 dan Pasal 114 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ancaman hukuman maksimal ialah pidana mati atau penjara seumur hidup.
Menanggapi temuan BNN tentang brownies mengandung ganja ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan mengatakan bakal lebih memperketat pemberian izin bagi produk makanan yang dibuat industri rumahan. Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lain BPOM Sri Utami Ekaningtyas mengimbau masyarakat agar teliti memilih produk makanan. "Harus yang punya nomor registrasi BPOM," ujarnya.
BPOM, menurut Sri, bakal menggandeng BNN untuk mencari produk-produk olahan yang mengandung narkoba. "Kami siap sediakan laboratorium untuk menguji sampel bahan makanan yang terindikasi mengandung narkoba," ujar Sri.
RAYMUNDUS RIKANG