TEMPO.CO, Makassar - Kepala Kepolisian Sektor (Polsek) Rappocini, Komisaris Ade Hermanto, mengatakan kepolisian belum bisa menyimpulkan yang menjadi penyebab dan motif di balik kematian Ashary Nurdin, 33 tahun, alumnus mahasiswa pascasarjana Universitas Negeri Makassar. Ashary Nurdin ditemukan tewas di Menara Phinisi Universitas Negeri Makassar, Senin, 13 April.
"Sampai sekarang belum bisa dipastikan, apakah bunuh diri atau bukan," kata Ade, Selasa, 14 April.
Namun, menurut Ade, setidaknya ada tiga dugaan penyebab kematian Ashary Nurdin. Di antaranya, bunuh diri dengan cara melompat dari puncak menara, mengalami kecelakaan sehingga terjatuh, atau didorong oleh seseorang sehingga terjatuh. "Kami masih selidiki dugaan-dugaan itu. Kami masih melakukan penyelidikan," ujar Ade.
Dugaan sementara, Ade mengatakan, Ashary nekad mengakhiri hidupnya dengan cara melompat dari Menara Phinisi, namun belum diketahui pasti dari lantai mana. Dugaan itu muncul karena korban sempat mengeluhkan masalah ijazah magisternya yang belum diterbitkan pihak kampus. "Mungkin tertekan karena ijazahnya belum keluar, padahal sudah ditawari bekerja," kata Ade.
Jenazah Ashary ditemukan di lantai lima Menara Phinisi dalam kondisi remuk. Tulang kepala dan kedua kaki putra pertama dari lima bersaudara itu patah. Ade mengatakan mayat korban tidak diautopsi atas permintaan keluarga korban. Tim dokter forensik Rumah Sakit Bhayangkara Makassar hanya sebatas melakukan visum.
Ayah Ashary Nurdin, Andi Nurdin, membenarkan soal permintaan keluarga agar korban tidak diautopsi. "Mau diautopsi atau tidak, toh sudah tidak mungkin hidup lagi," ucap dia. Keluarga Ashary meminta agar kepolisian bekerja profesional dan mengusut tuntas penyebab dan motif di balik kematian anak kebanggaannya itu. "Apapun hasilnya, kami terima."
Disinggung dugaan Ashary bunuh diri karena ijazahnya terlambat, Nurdin mengakui anaknya memang sempat mengeluhkan masalah itu. Namun, keluarga tidak pernah menduga kalau korban mau bunuh diri hanya karena persoalan tersebut. "Satu-satunya masalah yang pernah dikeluhkan, ya ijazahnya yang telat itu," ujarnya.
Ashary diketahui menyelesaikan masa studinya di program pendidikan bahasa Inggris pascasarjana UNM selama dua tahun. Korban yang tercatat sebagai angkatan 2012 itu dinyatakan lulus cumlaude dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,97 dan diwisuda pada 26 November 2015. Sebelumnya, Ashary berstatus mahasiswa jurusan sastra Inggris Universitas Hasanuddin angkatan 2000.
Rektor UNM, Arismunandar, mengakui adanya keterlambatan ijazah bagi mahasiswa pascasarjana. Tapi itu murni bukan kesalahan kampus, melainkan pihak percetakan yang terlambat menyuplai blanko. Namun, menurut Arismunandar, masalah ijazah telat mestinya tak menjadi problema mencari pekerjaan lantaran kampus mengeluarkan surat keterangan pengganti ijazah.
TRI YARI KURNIAWAN