TEMPO.CO, Surabaya - Kabar eksekusi hukuman mati tenaga kerja wanita asal Bangkalan, Siti Zainab binti Duhri Rupa, sampai ke telinga Gubernur Jawa Timur Soekarwo. Pakde Karwo--panggilan gubernur ini--mengatakan pemerintah telah berupaya menyelamatkan Zaenab dari jerat hukum di Arab Saudi.
"Menteri Luar Negeri sudah menyampaikan, sudah disediakan uangnya. Pengaturannya hanya ganti uang dan pemaafan keluarga. Hanya itu aja hukum di sana itu," ujarnya kepada Tempo setelah memberi kuliah di Universitas Airlangga, Rabu, 15 April 2015.
Soekarwo menegaskan, pemerintah Indonesia telah menyiapkan pembayaran diyat atau uang darah melalui Lembaga Pemaafan Madinah sebesar 600 ribu riyal Arab Saudi atau sekitar Rp 2 miliar. Namun hukum di sana hanya mengatur dua opsi, yakni pembayaran diyat atau pemaafan ahli waris. "Hukum di sana, kalau anaknya tetap minta dihukum, biar sudah diganti uangnya, tetap enggak bisa. Begitu keluarga tidak setuju, gugur semuanya."
Selain itu, pemerintah Indonesia menunjuk pengacara Khudran Al-Zahrani agar mendampingi Siti Zainab dalam setiap persidangan. Tiga Presiden RI pun telah menempuh langkah diplomatik, mulai Abdurrahman Wahid (2000), Susilo Bambang Yudhoyono (2011), hingga Joko Widodo (2015) mengirimkan surat resmi kepada Raja Arab Saudi.
Sayangnya, setelah dinyatakan akil balig pada 2013, putra bungsu korban, Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi, menolak memaafkan Siti Zainab. Walid tetap menuntut Siti Zainab dihukum mati.
Siti Zainab dihukum mati di Madinah pada pukul 10.00 waktu setempat. Buruh migran di Arab Saudi itu dipidana atas kasus pembunuhan istri majikannya bernama Nourah binti Abdullah Duhem Al Maruba pada 1999. Dia lalu ditahan di Penjara Umum Madinah sejak 5 Oktober 1999.
ARTIKA RACHMI FARMITA