TEMPO.CO , Jakarta:Pengamat pendidikan, Jimmy Paat mengatakan kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan soal penerapan indeks integritas bagi sekolah merupakan generalisasi yang merugikan siswa. Instrumen penilaian ini, kata Jimmy, akan mengabaikan hak-hak siswa jujur tapi belajar di sekolah berindeks integritas rendah.
"Tak adil, siswa jujur malah gagal. Atau sebaliknya, anak yang curang malah lulus dan senang karena indeks sekolahnya bagus," kata Jimmy saat dihubungi Tempo, Selasa, 14 April 2015.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengungkapkan Ujian Nasional nantinya tak akan menjadi syarat kelulusan bagi siswa. Namun, tim Pusat Penilaian Pendidikan Kementerian akan membandingkan nilai UN dengan indeks integritas kejujuran sekolah. Menurut dia, jika nilai rapor siswa tinggi, namun indeks integritas yang ditemukan rendah, maka bisa dikatakan terjadi kecurangan di sekolah tersebut.
Anies merilis 52 kabupaten atau kota yang selama ini memiliki indeks integritas mencapai 90 persen. Artinya di 52 dua daerah itu, tingkat kejujuran dalam pendidikan sangat tinggi. "Mereka kerjasama atau kecurangannya kurang dari 10 persen. Ini daerah yang contohnya baik," katanya di Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Selasa 14 April 2015.
Indeks ini, kata Anies, bisa dijadikan pertimbangan oleh Perguruan Tinggi Negeri untuk menerima calon mahasiswa baru. Namun, Aniss tak menjelaskan secara terbuka apa saja komponen penilaian integritas sekolah.
Jimmy menilai kebijakan yang belum matang ini akan menimbulkan kerugian bagi siswa. Siswa, kata Jimmy, tetap dididik untuk berorientasi pada nilai bukan proses belajar dengan jujur. Terbukti dari ditemukannya kebocoran kunci jawaban saat UN SMA hari pertama kemarin.
"Bukan syarat kelulusan, tapi tetap saja itu jadi syarat penyeleksian di PTN jadi siswa punya strategi untuk dapat nilai bagus," kata Jimmy.
Jimmy berpendapat indeks sekolah yang dijadikan pertimbangan seleksi PTN akan mengurangi ketatnya persaingan calon mahasiswa baru. Ia menyarankan agar pengelola seleksi masuk perguruan tinggi murni menerapkan ujian masuk tertulis dibanding melihat latar belakang sekolah.
"Sejak dulu sudah jelas pakai ujian tulis saja, daripada validitas integritas sekolah dipertanyakan."
PUTRI ADITYOWATI