TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah membatalkan larangan penjualan minuman beralkohol yang berlaku secara nasional. Sebab, meski penduduk mayoritas Indonesia muslim, ada beberapa daerah yang memiliki budaya meminum minuman beralkohol sejak ratusan tahun yang lalu.
"Ada beberapa daerah yang seharusnya dikecualikan," ujar Ketua Harian Aprindo Tutum Rahanta saat dihubungi pada Kamis, 16 April 2015.
Tutum mencontohkan, masyarakat Manado mempunyai budaya mengkonsumsi bir di kalangan keluarga. Masyarakat Manado juga menjadikan alkohol sebagai minuman yang wajib ada dalam beberapa ritual adat.
Menurut Tatum, Aprindo mengapresiasi langkah pemerintah yang mengecualikan larangan ini di Sanur dan Kuta, dua daerah tujuan wisata di Bali. Namun pengecualian di dua kawasan itu belum cukup. Sebab sekitar 70 persen masyarakat Bali mempunyai kultur minum arak yang tidak bisa disalahkan.
Aprindo mengaku penjualan minuman beralkohol tidak begitu menopang pendapatan pelaku usaha retail. Di beberapa daerah yang permintaan minuman beralkoholnya tinggi, kontribusi penjualan komoditas itu hanya 15-20 persen. "Tetapi kan kaum minoritas tidak bisa dibiarkan," kata Tutum.
Larangan peredaran minuman beralkohol tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015. Dalam peraturan itu, minuman dengan kadar alkohol di bawah 5 persen dilarang diedarkan di minimarket dan peretail kecil.
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengatakan pelarangan peredaran minuman beralkohol sudah tepat. Gobel menganggap alkohol membuat mental warga Tanah Air rusak, sehingga selalu kalah bersaing di kancah global.
ROBBY IRFANY