TEMPO.CO, Jakarta - Kewajiban penggunaan Bahan Bakar Nabati (BNN) 15 persen berbasis minyak sawit (B15) yang berlaku efektif pada 1 April 2015 berdampak pada ekspor minyak sawit. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat ekspor minyak sawit Indonesia naik 13,6 persen dari 1,79 ton pada Februari 2015 menjadi 2,03 juta ton pada Maret 2015.
"Penerapan B15 diharapkan mengerek harga CPO di pasar global karena pasokan pasar global berkurang," kata Direktur Eksekutif GAPKI Fadhil Hasan dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 17 April 2015.
Pada triwulan I 2015, volume ekspor minyak sawit meningkat 13,7 persen dibandingkan periode sama tahun lalu dari 4,93 juta ton per Maret 2014 menjadi 5,6 juta ton per Maret 2015.
Menurut Fadhil, para trader minyak sawit melakukan aksi beli sebelum harga naik. Hal ini mendongkrak volume ekspor minyak sawit Indonesia pada bulan Maret.
GAPKI mencatat kenaikan permintaan datang dari Cina, Timur Tengah, Afrika, dan Uni Eropa. Permintaan minyak sawit dari Cina meningkat 138,5 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya atau dari 98,98 ribu ton menjadi 236,08 ribu ton. Peningkatan permintaan Cina diperkirakan karena pengembangan biodiesel di Negeri Tirai Bambu mulai berjalan dengan CPO sebagai bahan dasar.
Negara Afrika membukukan kenaikan 57,3 persen dan negara Timur Tengah membukukan kenaikan 44,55 persen. Sementara itu permintaan dari Uni Eropa pada Maret 2015 naik 29 persen bulan sebelumnya, meskipun pasokan minyak nabati di Benua Biru tengah melimpah.
Fadhil mengatakan perbaikan kinerja ekspor CPO Indonesia ke depan akan sangat ditentukan oleh konsistensi penerapan program mandatori B15. Jika program ini serius dilaksanakan dan pemerintah benar-benar memberikan sanksi pada pelanggaran, diyakini kinerja ekspor minyak sawit Indonesia akan meningkat.
BERNADETTE CHRISTINA MUNTHE