TEMPO.CO, Surabaya - Kelompok Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai Provinsi Jawa Timur saat ini mengalami darurat bencana ekologi. Wilayah provinsi ini disebutkannya dikepung area penambangan besar yang tanpa memperhatikan dampak lingkungannya.
"Bagaimana kawasan utara Jawa Timur sedang diblok oleh blok migas, wilayah selatan diblok penambangan pasir besi sedangkan wilayah sabuk pegunungan di area hulu rencananya juga mau diblok geotermal, jadi sangat mengkhawatirkan," kata Direktur Walhi Jawa Timur Ony Mahardika, saat ditemui di kantornya, Jumat, 17 April 2015.
Cepatnya laju penambangan diprediksi pula telah menyebabkan 2.000 hektare lahan pertanian beralih fungsi setiap tahunnya. "Pada 2025 nanti kami prediksi krisis ekologi sudah kelihatan, sama seperti yang dikatakan Perserikatan Bangsa-Bangsa nantinya sebanyak 60 persen seluruh dunia krisis air," kata Ony.
Ony menyarankan pemerintah harus menghentikan laju investasi yang merusak lingkungan tersebut. Selain itu, pemerintah harus memberdayakan dan mendorong kearifan masyarakat yang melindungi lingkungannya dari korporasi yang merusak lingkungan.
Semakin banyaknya penambangan yang merusak lingkungan diakui Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral Jawa Timur Dewi J. Putriatni. Tapi, menurutnya, hal tersebut karena pemberian izin penambangan yang dikeluarkan oleh pemerintah kota dan kabupaten.
Pemberian izin itu disebutkannya beberapa saling tumpang-tindih dan tidak memperhatikan aspek lingkungan. Dia berjanji akan evaluasi seluruh izin tambang yang pernah dikeluarkan. "Mulai 2015 ini pemberian izin (tambang) menjadi kewenangan di provinsi," ujar Dewi.
Tapi, dia mengingatkan pula, Pemerintah Provinsi Jawa Timur tidak bisa langsung mencabut izin tambang yang telah dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten atau kota. "Harus menunggu kontraknya selesai."
EDWIN FAJERIAL