TEMPO.CO, Jakarta - Sulit mencari kerja karena berpendidikan rendah dan tidak memiliki keterampilan tertentu menjadi salah satu faktor yang mendongkrak nyali Karni untuk mengadu nasib sebagai tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi.
Karni adalah TKI asal Desa Karangjunti, Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Kamis, 16 April 2015, perempuan 37 tahun itu, dieksekusi mati dengan cara ditembak di Penjara Yanbu, Madinah. Vonis pidana mati dijatuhkan pada Karni sejak 2013 karena dakwaan membunuh anak perempuan majikannya yang baru berumur empat tahun pada Oktober 2012.
“Karni hanya lulus sekolah dasar. Setelah itu dia tidak kerja sama sekali hingga menikah dengan Darpin,” kata kakak Karni, Disti, 40 tahun, pada Kamis malam, 16 April 2015. Sama dengan Karni, Darpin juga hanya tamat SD.
Minimnya pendidikan yang dienyam membuat lelaki 40 tahun itu hanya menguasai bahasa Sunda, bahasa sehari-hari di RT 3 RW 2 Desa Karangjunti yang lokasinya berbatasan dengan Cirebon, Provinsi Jawa Barat.
Dua anak lelaki Karni dan Darpin, Sukron Hidayat, 20 tahun, dan Kadarisman, 17 tahun, juga hanya lulus SD. “Mereka bekerja sebagai kuli bangunan di Jakarta,” kata Darpin. Adapun anak bungsunya, Dewi Sri Rahayu, 10 tahun, masih duduk di bangku kelas tiga SD.
Tidak ingin nasib Dewi seperti orang tua dan kedua kakaknya, sekitar satu bulan sebelum dieksekusi mati, Karni berpesan kepada Darpin agar anak terakhirnya jangan sampai putus sekolah. Karni pertama kali berangkat ke Arab sebagai TKI legal pada sekitar 18 tahun lalu.
Disti menjelaskan gaji yang diterima Karni sebagai pekerja rumah tangga di Arab saat itu sekitar Rp 1,2 juta per bulan. “Karni punya cita-cita ingin membangun rumah setelah menikah,” ujar Disti.
Selama menjadi TKI, Karni sudah berganti majikan sebanyak tiga kali. Di tahun-tahun pertamanya, Karni rutin pulang kampung tiap dua tahun sekali. “Setelah bisa membangun rumah, dia (Karni) ingin membelikan sepeda motor untuk anaknya,” ujar Atika, 30 tahun, tetangga sebelah rumah Karni.
DINDA LEO LISTY