TEMPO.CO, Paris - Pemerintah Prancis pada Jumat, 17 April 2015, mengungkapkan rencana aksi tiga tahap dengan nilai 100 juta euro (108 juta dolar AS) untuk membantu memerangi antisemitisme dan rasisme "yang tak terperikan".
"Rasisme, antisemitisme, kebencian terhadap muslim, terhadap orang asing, homofobia meningkat dengan cara yang tak tertahankan," kata Perdana Menteri Prancis Manuel Valls.
"Penting untuk membangun kesadaran dan melakukan tindakan terhadap kebencian pada orang lain," ujar Valls saat berkunjung ke Creteil, pinggiran Paris--tempat satu orang Yahudi dan teman perempuannya diserang pada Desember lalu.
Dengan rancangan baru antidiskriminasi, kubu sosialis ingin meningkatkan pemantauan Internet, melancarkan lebih banyak kegiatan kesadaran yang penaja utamanya adalah artis. Mereka berusaha meningkatkan hukuman bagi penyebar kebencian dan rasisme.
Menurut Collective Against Islamophobia in France (CCIF), diskriminasi dan kekerasan terhadap muslim melonjak sampai 70 persen setelah dua pria bersenjata yang mengaku memiliki hubungan dengan kelompok Islam menyerbu markas mingguan Charlie Hebdo dan membunuh sepuluh wartawan.
Pengamat islamofobia tersebut juga menyatakan rasisme antimuslim tumbuh sebesar 11 persen secara keseluruhan pada 2014 dari setahun sebelumnya, demikian laporan Xinhua--yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu pagi.
Perbuatan antisemitisme naik sebesar 38 persen pada 2014, dan jumlah tertinggi dilaporkan di Prancis, demikian laporan yang dikeluarkan kantor Center for Study of Contemporary European Jew di Tel Aviv University.
"Orang Yahudi Prancis tak boleh lagi ketakutan menjadi orang Yahudi dan orang muslim Prancis tak boleh lagi ketakutan menjadi orang muslim," demikian penegasan Perdana Menteri Prancis.