TEMPO.CO, Situbondo- Nenek Asyani, terdakwa kasus pencurian batang kayu jati, menjalani puasa Senin dan Kamis menjelang pembacaan vonis oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Situbondo, Jawa Timur, Kamis, 23 April 2015. Padahal dokter Rumah Sakit Abdoer Raheem melarang perempuan 63 tahun itu berpuasa karena kondisinya sering lemah.
Anak kedua Asyani, Linda Nia, mengatakan ibunya rajin puasa sejak dijebloskan ke rumah tahanan pada 15 Desember 2014. Kebiasaan puasa itu sempat terhenti saat Asyani dirawat di rumah sakit pada 30 Maret lalu. "Semakin dekat vonis, ibu kembali puasa," kata Linda, Selasa, 21 April 2015.
Dengan berpuasa, kata Linda, Asyani berharap majelis hakim menjatuhkan vonis bebas. Selama belum lepas dari kasus hukum, kata Linda, ibunya bakal terus tertekan. Asyani bernazar bila divonis bebas, dia akan mengadakan tasyakuran. "Tapi bagaimana tasyakurannya, masih lihat (vonis) Kamis besok," ujarnya.
Kuasa hukum Asyani, Supriyono, mengatakan telah menyiapkan sejumlah langkah apabila majelis hakim menyatakan kliennya bersalah dan menjatuhi hukuman. Upaya tersebut di antaranya banding, mengadu ke Komisi Yudisial, dan melaporkan majelis hakim ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung. "Kalau divonis bersalah, berarti majelis hakim tak punya hati nurani," kata Supriyono.
Supriyono mengaku tidak puas dengan proses persidangan. Sebab hakim tidak melakukan uji DNA terhadap barang bukti. Padahal hanya dengan uji DNA bisa dibuktikan apakah barang bukti kayu jati yang disita polisi berasal dari lahan Perhutani atau ladang milik Asyani.
Nenek Asyani dijerat Pasal 12d juncto Pasal 83 ayat 1d Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Selain Asyani, tiga orang lain turut menjadi terdakwa, yakni Ruslan (menantu), Sucipto (adik ipar), dan Abdussalam.
Jaksa penuntut umum menuntut Asyani 1 tahun penjara dengan masa percobaan 18 bulan pada Kamis, 9 April 2015. Berdasarkan keterangan saksi-saksi serta pemeriksaan terdakwa, ucap jaksa, 38 sirap milik Asyani yang berasal dari tujuh gelondongan kayu identik dengan kayu di petak 43 F milik Perhutani.
"Tonggakan berwarna putih, sedangkan sirap berwarna kemerahan," kata jaksa. Artinya, tutur jaksa, tujuh kayu gelondongan yang diolah menjadi 38 sirap ini merupakan hasil penebangan tanpa izin di petak 43 F milik Perhutani. Adapun Asyani mengatakan mengambil kayu itu dari lahan miliknya sendiri di Dusun Secangan, Desa Jatibanteng, Kecamatan Jatibanteng.
IKA NINGTYAS