TEMPO.CO, Yogyakarta - Status wilayah Yogyakarta boleh saja ditetapkan sebagai daerah istimewa dan mendapat dana keistimewaan dari pemerintah pusat. Tapi salah satu kabupatennya, Kabupaten Bantul, tak punya cukup duit untuk menggelar pemilihan kepala daerah pada Desember 2015.
Akibatnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bantul masih terus memangkas rancangan anggaran pilkada agar sesuai dengan jatah dana dari APBD yang cekak. "Hari ini kami revisi lagi sampai hanya Rp 19-an miliar," kata Ketua Komisi Bantul Johan Komara kepada Tempo pada Selasa, 21 April 2015.
Semula, setelah UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah terbit, KPU Bantul mematok anggaran pilkada sebanyak Rp 26 miliar. Karena Pemerintah Kabupaten Bantul mengklaim tak mampu memenuhinya, rancangan itu direvisi. "Kami turunkan jadi Rp 23 miliar, lalu Rp 22 miliar, sekarang tinggal Rp 19-an miliar," ujar Johan.
Tapi pengurangan ini masih jauh dari patokan dana untuk pilkada yang disediakan Pemkab Bantul, yakni hanya Rp 15 miliar. Dana itu untuk KPU sebesar Rp 13 miliar dan pengawas pilkada Bantul Rp 2 miliar.
Sedangkan rancangan sekarang, KPU butuh Rp 19 miliar dan pengawas memerlukan Rp 4 miliar. Artinya, total kebutuhan dana pemilihan Bupati Bantul pada Desember mendatang sebanyak Rp 23 miliar. "Berarti masih kurang Rp 8 miliar," tutur Johan.
Kekurangan ini belum jelas solusinya. Kepala Dinas Pendapatan Bantul Didik Warsito sudah menyatakan tambahan anggaran dalam APBD 2015 tidak ada. Peluang penambahannya dalam APBD Perubahan 2015 juga kecil. Dia malah berharap ada bantuan tambahan dana dari Pemerintah Provinsi DIY.
Walhasil, KPU Bantul memutuskan hanya akan menyediakan satu jenis alat peraga kampanye kandidat berupa leaflet yang akan dibagikan ke tiap keluarga di Bantul. Hitungannya, jumlah keluarga di Bantul mencapai sekitar 304.000. "Dari pos pengadaan ini, pengurangannya signifikan," kata Johan. Leaflet yang akan dicetak itu hanya seukuran sepertiga dari poster. Dengan mengurangi ketebalan kertas dan kualitas warna hasil cetakan, KPU Bantul mampu mengirit biaya.
Anehnya, KPU tak mengurangi anggaran alat peraga kampanye lain, seperti spanduk, baliho, umbul-umbul, serta iklan di media elektronik dan media cetak, apalagi meniadakannya. “Pengurangannya tak akan mengirit dana secara signifikan,” ujar Johan berkilah tanpa menyodorkan hitungannya.
Sebelum Johan dan komisioner lain bergerak lebih jauh, komisioner Komisi Pemilihan Umum DIY, Farid Bambang Siswantoro, mengingatkan agar pemangkasan rencana anggaran pilkada di Bantul tidak menggerus dana gaji bagi panitia adhoc. "Mereka kerjanya berat di lapangan. Kalau gaji terlalu minim, bahaya bagi independensinya," kata Farid.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM