TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan tempo lima bulan belum cukup menjadi ukuran kinerja kementerian pemerintahan Kabinet Kerja pimpinan Presiden Joko Widodo. Menurut Tjahjo, isu perombakan kabinet terlalu prematur dibicarakan.
"Soal itu Presiden yang tahu, mau reshuffle atau tidak, itu bagian dari hak prerogatif. Tapi, menurut saya kok tidak dalam waktu dekat, ini kan juga baru jalan," ujar Tjahjo di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 21 April 2015.
Menurut Tjahjo, Presiden Jokowi selalu mengevaluasi kinerja menterinya tiap bulan. Tjahjo mengatakan pemberitaan media salah satu tolok ukur evaluasi. "Misalnya, harga beras naik, dolar naik, tapi tarif tol mau dinaikkan. Ini kan tak tepat momentumnya."
Jokowi, kata Tjahjo, mempersilakan menterinya mengambil kebijakan apa pun yang dirasa perlu. Namun, harus memperhatikan kondisi masyarakat dan momentum yang tepat. Khusus untuk menteri yang kontroversial, kata Tjahjo, Jokowi kerap menilai, memanggil, dan mengarahkan mereka saat rapat terbatas. "Presiden punya cara sendiri untuk mencermati, menegur, dan mengarahkan menteri," kata dia.
Pekan lalu, lembaga survei Poltracking menyatakan sebanyak 41,8 persen masyarakat setuju dengan wacana perombakan Kabinet Kerja pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Menurut survei, publik menilai salah satu cara memperbaiki tingkat kepuasan publik terhadap pemerintah yaitu dengan mengganti menteri. Berdasarkan survei Poltracking pada 23-31 Maret 2015, ketidakpuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi-JK mencapai 48,5 persen.
TIKA PRIMANDARI