TEMPO.CO, Jakarta - Ada yang berubah saat kami mengunjungi Restoran Queen's Head di Kemang, Jakarta Selatan, pekan lalu. Tempat ini dulunya mengusung label “Modern British Bar”, sekarang jadi "Modern Restaurant and Bar". "Chef-nya juga sudah ganti jadi orang Selandia Baru, Blake Thornly,” ujar Daniel, kapten Pramusaji, seperti ditulis Koran Tempo, Ahad, 21 April 2015.
Pergantian konsep berdampak terhadap menu. Kini terpampang menu yang tak terbatas pada makanan barat. Berbagai menu Jepang, terutama ikan, ikut tampil untuk dicoba. Ada juga pergantian signature menu atau menu yang paling disukai pelanggan. Dulu Apple Tatin menjadi andalan karena banyak menuai pujian beberapa pengunjung dan food blogger. Kata mereka rasanya enak dan tampilannya menggugah selera. Kini Apple Tatin nan cantik tersebut tak lagi ikut ditawarkan. Saat kami menanyakan hal itu, petugas restoran menjelaskan mengenai adanya perubahan konsep dan juru masak sejak dua bulan lalu.
Queen's Head tidak mempermasalahkan hilangnya Apple Tatin, karena bagaimanapun rasa masakan akan berbeda bila dibuat oleh tangan yang lain. Mereka tidak ingin memaksakan menu unggulan tetap ada tapi dengan rasa yang berubah.
Memasuki Queen's Head, pengunjung disambut ruangan yang superbesar dengan pencahayaan minim—meski pada siang hari. “Lounge ini sekarang tak cuma jadi tempat mengobrol atau minum, tapi juga memesan makanan kok,” kata Daniel. Kapasitas total ruangan mencapai lebih dari 500 orang. “Begitu masuk seperti bukan di rumah makan daerah Kemang, tapi terasa suasana rumah makan di kawasan perkantoran SCBD Sudirman,” ujar Krisna, 28 tahun, pengunjung.
Meski memiliki konsep baru sebagai rumah makan, citra British modern bar tidak mudah luntur. Terutama hal itu ditandai dengan masih banyaknya variasi minuman beralkohol. Koleksi minuman ini bahkan khusus terdaftar dalam satu buku menu.
Makanan yang cukup unik dan merupakan menu baru adalah Carbon Chicken. Bentuknya hampir sama dengan ayam goreng tepung pada umumnya, tapi warnanya hitam. Saat disajikan bentuknya seperti batu. Menurut Daniel, warna hitam tepung disajikan dari bubuk karbon aktif yang biasa digunakan untuk menyerap racun dari dalam tubuh, memurnikan air minum serta udara. “Jadi, hitamnya tidak berasal dari tinta cumi,” ujar dia. Sifat unsur ini adalah tidak amis dan tidak berbau. Carbon Chicken disajikan dengan saus keju dan garlic bread yang diolesi butter. Garlic bread-nya hampir mirip dengan ciabatta, roti putih asal Italia yang dibakar kering namun tetap berwarna putih.
Menu kedua kami adalah Seared Salmon yang disajikan dengan beberapa sayuran. Ada daun rosemary dan potongan tipis lobak dengan siraman air jeruk lemon. “Daging salmon-nya di-seared atau digoreng dengan sedikit minyak, sehingga tekstur tidak terlalu kering,” kata Daniel. Kulit salmon terlihat hampir matang sempurna, sehingga saat dikunyah tak lagi kenyal.
Usai menuntaskan “ritus” siang itu, kami meninggalkan restoran dengan bonus senyum di bibir. Di salah satu tembok restoran terpampang foto Ratu Inggris Raya lengkap dengan mahkota dan gaun kerajaan. Hanya, mata dan mulutnya dalam keadaan tertutup....
CHETA NILAWATY