TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Mabes Polri Brigjen Didik Purnomo dihukum 5 tahun penjara. Didik yang merupakan anak buah Kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal Djoko Susilo itu terbukti terlibat dalam korupsi pengadaan simulator SIM roda dua tahun anggaran 2011.
Selain hukuman penjara, ketua majelis hakim Ibnu Basuki Widodo juga mendenda Didik sebesar 250 juta subsider 3 bulan kurungan. "Terdakwa terbukti melakukan dakwaan primer, yaitu melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Ibnu saat membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu, 22 April 2015. Ibnu juga mewajibkan Didik mengembalikan duit yang dikorupsinya senilai Rp 50 juta.
Hukuman itu lebih rendah dari tuntutan jaksa yang meminta Didik dipenjara selama 7 tahun. Jaksa juga menuntut hak politik Didik untuk dipilih dalam jabatan publik agar dicabut. Namun tuntutan tersebut tak dikabulkan hakim karena, "Hukuman penjara saja sudah memenuhi rasa keadilan," ucap Ibnu.
Didik dinilai telah lalai melaksanakan tugas sebagai pejabat pembuat komitmen dalam pengadaan 700 unit simulator SIM roda dua. Harga perkiraan sendiri (HPS) yang seharusnya disusun Didik justru dibuat oleh Sukotjo Bambang selaku Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia yang menyebabkan penggelembungan anggaran. Satu unit simulator yang seharusnya bernilai Rp 8 juta digelembungkan menjadi Rp 79 juta.
Didik disebut menikmati duit senilai Rp 50 juta. Selain itu, perbuatan Didik telah memperkaya beberapa orang, yakni mantan Kepala Korlantas Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebesar Rp 32 miliar, Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) senilai Rp 93 miliar lebih, Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) sebesar Rp 3 miliar lebih, serta Primkoppol Mabes Polri senilai Rp 15 miliar. Total nilai proyek tersebut adalah Rp 198 miliar, tapi negara merugi Rp 121,83 miliar.
Hukuman Didik diringankan karena dia berlaku sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum. "Terdakwa juga pernah meraih banyak prestasi dan menerima penghargaan," tutur Ibnu.
Didik tak berkomentar apa pun atas putusan hakim itu. Kuasa hukum Didik, Harry Pontoh, menyatakan akan pikir-pikir dulu sebelum menentukan sikap selanjutnya. "Kalau kita mendengar putusan, sama sekali tak disebut Didik telah terlibat langsung dalam penyelewengan itu," ujar Harry.
Menurut Harry, selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), kliennya menangani 16 proyek. Didik tak menerima imbalan dari satu pun proyek itu. Adapun jaksa KPK, K.M.S. Ronny, juga menyatakan pikir-pikir atas putusan hakim.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA