TEMPO.CO, Jakarta - Anjloknya harga minyak dunia hingga US$ 50 per barel mempengaruhi kinerja PT Pertamina (Persero). Perusahaan minyak pelat merah ini sempat merugi hingga US$ 35 juta atau sekitar Rp 420 miliar pada awal 2015.
"Waktu itu kami menjual rugi BBM ke pasar," kata Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto dalam rapat dengan Komisi VII DPR, Rabu, 22 April 2015.
Kendati demikian, Dwi menjelaskan, kinerja keuangan perusahaan berbalik pada akhir Maret. "Kami mencatat keuntungan sebesar US$ 28 juta atau Rp 336 miliar." Namun Dwi mengakui tetap saja keuntungan itu meleset jauh dari target perusahaan pada triwulan pertama 2015 yang diprediksi mencapai US$ 427 juta.
Berdasarkan laporkan realisasi laba-rugi dari kinerja perseroan pada Januari-Maret 2015, pendapatan Pertamina mencapai US$ 10,67 miliar. Namun perseroan harus menanggung beban pokok penjualan sebesar US$ 9,67 miliar dan beban usaha US$ 449 juta.
Adapun dalam laporan yang disampaikan di hadapan 20 anggota Komisi Energi itu, laba usaha Pertamina tercatat mencapai US$ 550 juta serta laba bersih US$ 28 juta dengan pendapatan kotor (EBITDA) US$ 932 juta.
PRAGA UTAMA