TEMPO.CO, Jakarta - Anak usaha PT Pertamina (Persero), Pertamina Energy Trading Limited (Petral), bakal segera dibubarkan. "Bisa tahun ini. Yang pasti segera mungkin," kata Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto di Jakarta, Rabu, 22 April 2015.
Menurut Dwi, Pertamina Energy Services (PES) akan menggantikan peranan Petral dalam pengadaan minyak mentah dan produk bahan bakar minyak (BBM). Anak usaha baru Pertamina itu posisinya langsung di bawah manajemen perseroan.
"Kami berharap PES ini yang bisa dikembangkan untuk menjadi anak usaha Pertamina secara internasional," ujar Dwi.
Terkait dengan pembubaran Petral, ucap Dwi, salah satu langkah yang segera dilakukan Pertamina adalah mengambil alih aset-aset Petral yang ada. "Aset-aset ini ke depannya akan kami kembangkan sesuai dengan visi Pertamina ke depan: menjadi trading arm internasional yang sesungguhnya."
Wacana pembubaran Petral memang sudah santer beredar. Perusahaan ini disebut-sebut menjadi wadah permainan kotor dalam impor minyak dan BBM. Kemarin, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno mengatakan pembubaran Petral tinggal menunggu waktu saja.
Beberapa waktu lalu, Tim Reformasi Tata Kelola Migas memaparkan sejumlah temuan dan kejanggalan pada Petral. Dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 1 April 2015, Ketua Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri menuturkan kejanggalan itu dia temukan saat berkunjung ke kantor Petral di Singapura pada bulan lalu. "Ada beberapa keanehan," katanya.
Dalam kunjungan Faisal bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said itu terungkap bahwa jajaran Petral telah mengamankan mayoritas kebutuhan bahan bakar minyak, berikut minyak mentah impor yang dibutuhkan Indonesia. "Sekitar 10 juta barel dari 12 juta barel kebutuhan BBM dan minyak mentah impor Indonesia sudah ditutup Petral saat dipimpin Bambang Irianto pada akhir 2014," ucapnya.
Tapi, ujar Faisal, yang aneh kontrak impor minyak itu dilakukan hingga Juni 2015. "Umumnya, kontrak impor itu hanya tiga bulan. Dengan kontrak sampai enam bulan itu ada kesan upaya memanfaatkan masa-masa terakhir sebelum fungsi Petral sebagai perusahaan trading digantikan ISC Pertamina pada Juli."
Faisal menyarankan Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit forensik atas kontrak pengadaan minyak impor periode Januari-Juni 2015. "Kontrak-kontrak sebelumnya juga harus diperiksa," tuturnya.
PRAGA UTAMA