TEMPO.CO , Jakarta: Mahkamah Agung memutuskan untuk menolak uji materi terhadap Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2015 tentang Kantor Staf Presiden, yang dipimpin Luhut Binsar Panjaitan. Juru bicara Mahkamah, Suhadi, mengatakan, putusan tersebut diketok hari ini, Rabu, 22 April 2015.
"Sudah diputus tadi. Tidak dapat diterima. Alasannya legal standing (gugatannya) kabur," kata Suhadi saat dihubungi, 22 April 2015. Sidang uji materi tersebut dipimpin Wakil Ketua Mahkamah Agung Suhardi. Adapun hakim anggotanya yakni Imam Soebechi dan Sutandi. "Untuk jelasnya, nanti dimuat di website MA."
Empat aktivis yang mengaku mantan relawan Jokowi, yaitu Arief Rachman, Erfandi, Victor Santoso, dan Tezar Yudhistira mengajukan uji materi terkait lembaga Kantor Staf Presiden. Mereka menilai beleid itu bertabrakan dengan Undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Undang-undang Nomor 39/2008 tentang Kementerian Negara.
Menurut mereka, kantor Staf Kepresidenan itu tergolong kementerian karena kewenangan yang dimiliki mirip bahkan melampaui seorang menteri. Salah satunya, dapat membentuk tim khusus dan gugus tugas lintas kementerian dan/atau lembaga terkait untuk penanganan masalah tertentu.
Karena itu, Kantor Staf Kepresidenan dianggap melanggar Undang-Undang Kementerian Negara yang jelas mengatur pemerintah hanya boleh membentuk 34 kementerian. Di dalam Perpres juga tertuang bahwa Kepala Staf Kepresidenan diberikan hak keuangan dan fasilitas lainnya setingkat menteri.
Padahal, tugas pengendalian lintas menteri sudah ditangani menteri koordinator dan sudah punya anggaran tersendiri. Dengan penambahan kewenangan tersebut, Luhut dianggap memiliki kewenangan yang hampir sama dengan Wakil Presiden dalam hal pengawasan dan penilaian kinerja menteri.
LINDA TRIANITA